Blog ini sekarang punya edisi artikel baru! Narasumber terpilih diminta untuk memberikan sepuluh video musik favorit di Youtube. Dan edisi perdana kali ini adalah Ditto Pradwito, gitaris & vokalis Barefood yang sempat terpilih sebagai gitaris muda terca'em a.k.a. menarik hati di sebuah situs.
Poto era Myspace
Nah, sembari nunggu album penuh perdana Barefood yang belum kelar, berikut 10 video kesukaan Ditto. Semoga kamu jadi kesukaan juga yah :)
1. Title Fight - Symmetry
Ini adalah video yang memperkenalkan gue dengan Title Fight untuk pertama kalinya.
2. American Footbal - Never Meant (live)
Salah satu bucket list: nonton American Football secara live!
3. Alex Chilton & Teenage Fanclub - I've Never Found a Girl
Apa jadinya kalo Teenage Fanclub jadi band pengiring Alex Chilton-nya Big Star?
4. Chon - Full Set Audiotree Live in Austin 2015
Jarang bisa nyimak band Math Rock live lebih dari 5 menit, tapi live setnya Chon gue bisa nonton sampe abis
5. Mock Orange - Poster Child
Semua orang harus tahu Mock Orange
6. Ovlov - Where's my Dini (live)
Underrated powerful trio, plus sound output yang bagus
7. Cloakroom - Starchild Skull
ngga tau gimmick, ngga tau beneran, tp ide proses rekaman di dalem goa itu keren banget
8. A Tribe Called Quest - Bonita Applebum
ngga ada yang salah dengan classic hip hop, apalagi ATCQ
9. Erykah Badu - Window Seat
lagunya enak, liriknya keren, video clipnya kontroversial, yang nyanyi asik
Vokalis Silverglaze dengan nickname Bugleweeds buka suara soal bandnya yang misterius. Mulai dari soal pilihan menghindar dari hiruk pikuk musik selama 2 tahun, bermusik tanpa beban, hingga Silverglaze saat ini.
Bugleweeds aiming an apple at someone's head
Sedikit yang tahu soal siapa band Silverglaze ini, termasuk siapa penghuninya. Band ini muncul di page Myspace, dan seperti diam-diam tanpa promo apapun bahwa tiga mantan personil Cherry Bombshell, Widi, Ajo dan Ajie Gergaji, ngeband lagi dengan musik yang fresh dan keren setelah keluar dari band tersebut selepas album kedua mereka - Luka yang Dalam.
Silverglaze adalah proyekan musik yang tak selesai. Ketiganya memutuskan untuk bermusik bareng, merekam 6 materi yang sebenarnya sudah siap rilis, lalu membiarkannya begitu saja. Dan jika Ajie Gergaji tidak membongkar isi gudang di rumah lamanya dan menemukan CD master Silverglaze, mungkin band ini akan benar-benar tertelan debu.
Dan kini, setelah begitu lamanya, akhirnya, mungkin bisa dibilang sebuah wawancara pertama sejak Widi memutuskan menyingkir dari dunia musik bersama suaminya, Ajo setelah keduanya menikah. Ibu tiga anak ini telah menjadi enigma bagi para penggemar Cherry Bombshell, menghilang begitu saja, siapapun pasti rindu dengan suara khasnya.
Saya ingin sekali sebenarnya menulis sebuah feature untuk band ini, namun karena terhalang oleh waktu dan kerjaan (alasan sih), jadi saya ingin tampilkan Q&A bersama sang vokalis, Widi, tentang bandnya, Silverglaze dan segala hal yang menyertai dan mewarnai musik dari band ini yang akan dirilis EP-nya oleh Anoa Records. Wawancara yang menyenangkan!
-----------------------------
1. Mungkin hanya segelintir orang yang tahu
keberadaan Silverglaze. Bisa ceritain soal band tersebut dan bagaimana kalian bisa ngeband bareng lagi? Ceritanya udah lama saya dan Ajo pensiun ngeband, ada rasa kangen sama
kegiatan bermusik, yg ternyata di negeri ini selalu 'kepentok' soal dunia bisnis. Buat ngobatin " kekangenan" mulai lah bikin lagu. Konsep awalnya pun cuma berusaha lebih jujur bikin musik, apa yg kita suka tanpa dibebani embel-embel soal bisnis. Kami butuh pemain musik yang pas seleranya, langsung keingetan ajak Ajie Gergaji. Sempet juga ngajak Ebi (drummer pertama Cherry Bombshell) menjadi basis, namun dia sibuk banget.
Setelah kasih denger materi ama Ajie, langsung oke dengan menjadi gitaris plus vokalis juga. Formasinya, Widi (vokal), Ajo (gitar, bass), Ajie Gergaji (vokal, gitar), dan Sonny (drum). Ada juga nama seperti Yoga Wardhana a.k.a Ogoy sempet isi bass sama vokal bareng.
Last but not least... Loevi wahyudi sang sound engineer, yg udah hafal bgt sama kita semua.
2. Kekangenan bermusik namun kepentok dunia bisnis maksudnya apa yah? Maksudnya, dulu pas Cherry Bombshell tentu ada aspek bisnis musiknya, nah ketika kami bikin Silverglaze sama sekali tidak berpikir untuk masuk major label dan pusing soal bisnis musiknya. Yang penting bikin aja, upload lagu, dan tidak sampai capek-capekan ngepromoin. Aneh hehe
3. Musik Silverglaze agak sedikit berbeda dengan ketika kalian masih di Cherry Bombshell?
Di Silverglaze Ajo pengen lebih explore musiknya, Gitar itu ga musti
ritem atau melodi saja, nggak ada yg lebih dimajuin ke depan, maunya balance semua. Demikian dengan bass n drum, jd semua pengen rata, nggak nonjolin per alat musik atau vokal aja.
Secara konsep lebih dalem sehubungan kami udah lebih mature, lebih
banyak pengalaman hidup yang mudah-mudahan jadi proses hidup yang lebih maju, termasuk musiknya, pengen lebih mature aja. Proses bikin musik keseluruhan bisa dibilang lebih dipikirin, bukan sekedar asal jadi ngejar setoran hehe meski begitu bukan berarti lebih bagus, cuman kita maksimal dari prosesnya.
4. Materi musik Silverglaze sempat muncul di Myspace, tanpa promo
apapun bahwa ada tiga eks personil CB disitu, tak dirilis label apapun,
dan kalian tak pernah manggung. Bisa ceritakan kondisi sebenarnya?
Pernah kepikir buat bikin indie label, tapi nggak ada paksaan juga
buat release album atau apapun, pada saat itu cuman pengen bikin karya aja,
nggak kepikiran manggung, ngeliat kehidupan pribadi masing2 yang kayaknya udah
sibuk sendiri2. Mungkin dr saya sendiri juga nggak pede..ini mau dibawa kemana, masih ada
takut kalo dimajuin, bakal ada konsekuensi manggung dsb yg bisa jd beban
baru.
5. Apa mudah memadukan chemistry kalian bertiga untuk
ngeband kembali di SIlverglaze, setelah lo dan Ajo sempat pensiun 2
tahun dari musik, lalu Ajie juga sibuk di Themilo, lalu juga setelah
lama kalian resign dari Cherbomb?
Chemistry? Between us? Hueeheue, sepertinya selalu susah ya..
Dimana ada ego pasti bakal selalu susah, cuman mungkin karena kami sudah
lebih dewasa, ego juga mungkin agak menurun, thanks to god kami fine2 ajah dalam ngeband di Silverglaze. Mungkin soal ego
gw mah man ke si Ajo doang. Gw kemaren itu masih susah diatur
heueheueh.... So Sorry jo! Luv you!!! Eaaaaaaaa
6. Anoa Records akan merilis EP dari materi2 Silverglaze, bagaimana pendapat lo?
Seneng bgt, akhirnya ada realisasinya walaupun ini materi sudah dilupakan. Pikun hehe. Dan bersyukur bgt ini ada yg mengapresiasi sama Silverglaze. Cuman kok jd kepikir blom sempurna nih karya.... Takut mengecewakan.... Eaaaaaaa
(Ajie, Ajo, dan Widi saat masih di Cherry Bombshell dalam videoklip Langkah Peri)
7. Menurut gue malah musik Silverglaze keren dan harus didengarkan oleh siapapun. Jika ada request Silverglaze manggung? Olahraga dulu kali ya...ni otot2 sama fisik udah kelamaan diem...
Kali kalau situasinya santai dan bisa disesuaikan sama kesibukan, mungkin
bisa kejadian manggung... Sebenernya kangen juga manggung, cuman karena
udah lama vakum, ada perasaan serem ajah.. Grogi lagi,
Mungkin kalo ada request juga musti jauh2 waktunya, biar persiapannya mateng. :) 8. Ada enam lagu di EP yang akan dirilis oleh Anoa Records,
kebanyakan lagu2 musiknya diciptakan siapa, atau bareng? Lalu lirik2nya
bertemakan apa di Silverglaze? Kebanyakan dibikin sama Ajo. Aransemen
sampai lirik semua ide Ajo, gue lebih banyak ngikut dan protes ini-itu
hueeee Tema lirik sih dari pengalaman pribadi, perjalanan
hidup. Udah ah nanti jadi curcol Zzzz :))
9. Sepertinya konsekuensi dari ngeband dan mengurusi kehidupan
pribadi (anak, keluarga, pekerjaan) masih menjadi dilema ya hahaa
Jika jawab dengan pemikiran gw sekarang ya, kalo ditanya dulu pas kejadian mungkin jawabannya beda hehe.. Buat gue iya banget, secara kan gue selama ini belom pengalaman
berkeluarga and beranak :D... Buat gue saat itu ada proses lain yg
berjalan, proses hidup.. Beuh ah jd curhat, apa sanggup ngeband lagi
sambil menjalankan kehidupan pribadi, makanya nggak dipaksain rilis album atau
apapun sampe akhirnya ada Anoa Records heueheueh Kalo dari yg personil yang lain mungkin kepikir rilis album saja tanpa mikirin manggung.
10. Kalau dipikir2 sudah lebih dari satu dekade sejak era album
Luka Yang Dalam, kalian bertiga akhirnya bermusik bareng, waktu yang
lama, dan tentu banyak yang penasaran seperti apa musik kalian di
Silverglaze, musiknya lebih ke arah mana sih? Maksudnya dari jenis musik? Wah butuh penjelasan ajo ini.... Dan he's not available..... Sedang berkelana dia... ----- setelah beberapa hari akhirnya dijawab sebagai berikut: katanya 'terserah' hahaha tapi pas bikin lagu2 Silverglaze, Ajo lagi dengerin Mogwai, Interpol, dan lain-lain.
11. Pertanyaan terakhir! Bisa kasih tahu saat ini kesibukan kalian diluar bermusik
saat ini hahaha kalau Ajie kan jadi pengusaha kuliner Ayam Kuning
Ciwaregu yang sukses :P
Ajo sekarang lagi hobi jadi tukang foto, Heueheueh gw bantuin adik ipar (adiknya Ajo) ngurusin akunting dikantornya,
sama lagi kuliah.. Ambil mata kuliah Kehidupan eaaaaaa ... :))
Rasanya penting untuk menampilkan tulisan liner notes Felix Dass di dalam rilisan kaset Sweaters yang sebulanan lalu dirilis Anoa Records. Tulisan pendek tentang perjalanan tur band indie pop Jakarta di akhir 2000an, di Singapura, dan keriuhan yang menyertai gerombolan tur tersebut. Fragmen sejarah yang kasual dan indie pop.
Mendengarkan Artefak
Sejarah
Yang
sekarang anda pegang adalah sebuah artefak sejarah scene indiepop Jakarta.
Sweaters, saat itu bersama Ballads of the Cliché dan Dear Nancy, dengan gagah
berani melakukan perjalanan tur ke Singapura untuk memainkan seri We Are Pop!
yang biasa dipentaskan di Mayestik, Jakarta Selatan di Negeri Singa. Karena
budget yang tipis, perjalanan harus dilalui lewat kota Batam karena biaya
fiskal laut lebih murah ketimbang udara.
Turnya,
karena dijalani bersama teman-teman dekat, tentu saja menyenangkan. Rombongan
lumayan besar dan banyak cerita yang terekam di memori. Mulai dari mabuk mahal,
nyaris dideportasi, cinta lokasi, percikan emosi sesaat, tidur di pagi hari
sampai kehabisan uang karena terlalu sibuk menghamburkannya.
Sweaters
Kami
mengirimkan pesan yang mungkin laku sepanjang masa; bahwa bermain musik adalah
tentang bersenang-senang dan melewati batasan mimpi dengan
serangkaian kerja keras. Band yang tidak hebat-hebat amat bisa melintas batas
dan mempresentasikan musik mereka di pasar yang benar-benar baru.
Yang
kami lakukan waktu itu adalah antitesa dari kebanggaan band-band besar
Indonesia yang senang bukan main bisa main di luar negeri tapi ditonton oleh
massa arahan persatuan orang Indonesia setempat. Kami tidak melakukan itu. Sweaters,
Ballads of the Cliché dan Dear Nancy memperkenalkan musik yang dimainkan
sehari-hari dengan nuansa senang-senang yang terlalu kental.
Dari
ketiga band itu, album yang anda pegang ini, merupakan hasil rekaman terbaik.
Bukan apa, vokalis dua band lainnya tidak punya kualitas menyanyi sebaik Merdi
Leonardo Simanjuntak. Simpan baik-baik album ini, ada banyak sejarah di
dalamnya; Esther Samboh dan Ichsan Tirtana, dua orang penampil di tiga
pertunjukan The Sweaters di Singapura waktu itu, sudah meninggalkan arena.
Enjoy!
Felix
Dass
(Pada
waktu itu) Co-Creator We Are Pop! dan Manajer Ballads of the Cliché.
Jauh sebelum Soundcloud tercipta, Myspace lah tempat terkeren bagi band-band menampilkan musik terkeren mereka. Termasuk band lokal Indonesia, mulai dari yang tenar sampai yang obscured tak terlacak.
Yep! Bagi yang pernah mengalami masa-masa indah Myspace tentu nggak lupa sama muka bule di atas, Tom, teman pertama kamu ketika log in pertama kali. Ketika Friendster mulai membosankan, Myspace menjadi sosmed (sebelum ada Facebook) yang populer seantero dunia. Mulai dari cari gebetan, fan page, sampai urusan ngeband.
Dan bagi saya, Myspace pernah menjadi begitu kerennya ketika juga menjadi laman page bagi musisi-musisi yang memamerkan musik, ataupun informasi terhadap fansnya. Saya ingat bagaimana Pee Wee Gaskins meraih kesuksesannya justru dari promo militan mereka di Myspace.
Tapi saya nggak mau bicara soal itu, tapi lebih pada bagaimana Myspace ketika itu juga memiliki laman page band-band keren dan obscured! Band-band yang saking kerennya, nggak banyak yang tahu keberadaan mereka, bahkan akhirnya menghilang begitu saja. Dan untungnya Myspace tak menghapus akun-akun mereka meski sudah tidak aktif.
Saya teringat dengan lima band yang saya sukai di Myspace, dan kelimanya sebagai berikut, plus penjelasan singkat saya tentang mereka. Saya ingin berbagi dengan kamu. Enjoy!
1. Sugarspin
Satu lagi band indie pop Jakarta yang seingat saya didirikan Tania (Clover, Whistler Post). Musiknya keren, dan kalau tak salah pernah manggung juga di acara2 Heyfolks. Too bad, ketika itu di mid 2000-an tak sebanyak label seperti sekarang, yang bisa merilisnya. Trek favorit :1993
Tak ada yang menyadari ketika itu di mid 2000an, ada band bernama Silverglaze di Myspace dengan nama-nama seperti Ajie Gergaji, Ajo, dan Widi. Ketiga eks Cherbomb ini merilis lagu mereka di Myspace tanpa promo apapun soal keberadaan mereka. Gaibnya, mereka tak sekalipun manggung, lalu menghilang beitu saja. Indie Pop yang keren yang khas Velocity Girl, Madder Rose dan sejenisnya. Trek favorit: semuanya!
Sieve jelas band Gothic Bandung paling memikat. Didirikan Alexandra Wuisan, vokalis pertama Cherbomb, dengan rilisan kaset Biara yang kini harganya menyentuh 100ribuan keatas. Gaibnya, di laman Myspace, ada judul lagu yang tak muncul di kaset (meski durasinya terputus) berjudul Kediri Bersemi. Trek favorit: Vitreus Wish
Salah satu band dreampop shoegaze Jakarta yang berkibar di 2000an. Ethereal dan membius. Andai band ini masih aktif di saat ini, ketika band-band shoegaze lokal mulai semarak. Trek favorit: Morning Sunshine
Band Post Punk Bandung yang saya sangat sukai di Myspace, tentu selain The Porno. Dark dan menekan, sangat menyesakkan ketika band ini justru menghilang tanpa ada yang merilisnya. Gokil, mereka seharusnya bisa manggung lagi, karena musik mereka terlalu keren untuk menghilang begitu saja, imho. Trek favorit: The Pil.
-------------------------
Ini adalah pilihan pribadi saya, tentu kamu punya pendapat sendiri, jadi silahkan berbagi informasi dan mengenang masa lalu.
Btw, salah satu dari band diatas, akan dirilis oleh Anoa Records :) silahkan ditebak yah!
Sebulan kurang telah berlalu dari hajatan dua hari Records Store Day 2015. Keramaian, keriuhan dan pengap asap rokok melatari aksi jual beli rilisan fisik berbagai bentuk.
Jajan Rock RSD 2015
Hajatan RSD memang selalu berkesan. Kesannya gak cuma ketika kita mendapat rilisan keren dengan harga oke, tetapi juga amblasnya dompet. Diadakan pada pertengahan April, dimana tanggal tua bagi yang tidak kaya-kaya amat, RSD 2015 di Jakarta bisa dibilang lebih besar ketimbang tahun sebelumnya.
Dari jumlah rilisan resmi lokal RSD, jauh lebih banyak dari tahun lalu. Lokasi tempat pun juga lebih luas, berlokasi di Bara Futsal, Blok M. Dan karena saya juga ngurusi Anoa Records, hajatan ini dimanfaatkan label saya untuk berpartisipasi.
Beruntung, ketika jaga booth, saya masih bisa curi waktu untuk ubek-ubek sana-sini lihat apa yang bisa dibeli, dan berhasil membeli beberapa rilisan dengan harga sangat oke, misalnya 7 inch Morrissey cuma 150ribu saja dan sejumlah CD band luar dengan harga bersahabat bet. Bisa dilihat di foto di atas.
Rilisan lokal pun berhasil saya dapatkan, meski ada yang gagal diperoleh karena terpusat di stand jualan resmi RSD yang ngantrinya kayak sembako. Berikut rilisan-rilisan lokal yang saya dapatkan dan sepatah dua kata dari saya,
1. Sweaters
album live Sweaters di Singapura tahun 2008, dirilis Anoa Records. album live yg penting dari sebuah band indie pop JKT yang obscured namun keren sangat!
2. Picadilly
Band indie pop Bandung yang mengidolai Blossom Diary dengan cover ulang satu lagu mereka. Seru musiknya!
3. Ansaphone
Reissue ep pertama mereka, band post rock bandung. Nice.
4. Themilo - Let Me Begin (reissued in cd)
akhirnya di-cd-kan. meski banyak keluhan dari kualitas masteringnya, apapun itu, bersyukur ada versi cd dari album terbaik mereka.
5. Planetbumi - The rest of..
kompilasi lagu-lagu lawas Planetbumi dari album-album lama mereka, direkam ulang. Hasilnya oke kok.
6. Atsea
Dikasih bos Kolibri Records! Makasih yah :) Keren juga, instrumental indie pop khas band-band Captured Tracks. Interesting..
Bandung pernah memiliki satu kompilasi band-band underground yang sangat penting. Namanya Masa Indah Banget Pisan Sekali, dan muncul kembali misterius dalam bentuk kaset.
masaindahbangetpisansekali versi kaset
Suatu ketika saya di akhir pekan seperti biasa saya mampir ke Blok M Square, lantai bawahnya, untuk cuci mata. Mampir ke beberapa toko musik, melihat tumpukan cd, kaset, atau vinyl yang menghibur hati, dan mungkin menggoda untuk dibeli.
Tiba-tiba mata saya memelihat Ari Kucluk dan Jhonny (keduanya pedagang musik Blok M Square) sedang transaksi tumpukan kaset, dan paling atas ada kaset gambar anak kecil dengan judul album... Masa Indah Banget Pisan Sekali. Langsung saya beli meski harga yang cukup mahal meski dibawah seratus ribu.
Kompilasi Masa Indah Banget Pisan Sekali telah menjadi artefak historis scene Bandung di tahun 1990an. Aslinya berformat CD, dan rilisan kaset ini patut dicurigai berbau ilegal alias tanpa ijin karena sang produser kompilasi ini, Richard Mutter - setelah dikonfirmasi Arian13 - bilang dirinya tak pernah merilis ulang CD yang dirilis awal 1900an ini dalam bentuk apapun.
Penasaran juga siapa yang merilis tanpa ijin kompilasi ini, kemasannya rapi, dan kualitasnya juga lumayan untuk didengarkan. Menarik juga melihat kompilasi ini yang disesaki oleh band-band HC, Punk, seperti Burgerkill, Puppen, Full of Hate (dikaset typo jadi Full Oh Hate haha - tapi mungkin disengaja agar terlihat bootleg?), Turtle Jr., Balcony, dan Waiting Room. Kerennya Cherry Bombshell menjadi satu-satunya band indie yang tampil di kompilasi ini, dengan lagu Super Ego, vokal masih Alexandra (Sieve).
Saya kurang tahu yah sejarah kaset ini, tapi kalau melihat dari liner notes singkat Mutter, kompilasi ini dibuatnya sebagai jawaban atas dua fans PAS yang mengritik bandnya karena menjadi band pengiring seorang musisi mainstream dan menanyakan kenapa tidak membantu scene saja.
Jika beruntung mungkin saja anda bisa mendapatkan bootleg kaset ilegal ini, ketika CD-nya rare pisan dan harganya bisa mencapai 200ribuan. Dan syukurnya saya menemukan link unduh kompilasi ini dari sebuah blog, semoga bisa memahami esensi kompilasi yang keren ini.
Sesi interview pertama kali bersama Blossom Diary sejak mereka menghilang tanpa kabar. Sang gitaris dan salah satu pendiri band cult ini berbagi cerita tentang masa lalu, kehilangan gairah ngeband, dan sebuah rilisan terbaru bersama Anoa Records
Blossom Diary benar-benar sebuah band yang unik. Mereka tak seterkenal The Upstairs atau The Adams yang merajai pensi di mid 2000-an, meski band ini tumbuh bersama band-band tersebut di era tersebut. Band ini turut meramaikan acara musik seperti Parc dan lainnya, namun tetap begitu saja.
Dihuni oleh beberapa personil jebolan kampus Bandung yang mendirikan C'mon Lennon, Blossom Diary menampilkan keanehan tersendiri dengan musik yang diusung, ketika saat itu cita rasa Britpop masih belumlah luntur. Musik yang sederhana, biasa saja, ngepop, namun tak biasa dan keren, seperti band-band di Sarah Records. Bahkan oleh David Tarigan, merekalah band pertama di Indonesia yang mengusung musik seperti band-band di Sarah Records.
Blossom Diary ver.1
Menghilang tanpa bekas dan kabar, meninggalkan sejumlah rilisan dan lagu yang tersebar di Youtube, Blossom Diary menjadi seperti hantu. Lagu-lagunya dibawakan oleh band-band indiepop di acara musik underground indie pop yang penontonnya pun hanya 50-an. Nggak sampai seratusan malah. Gaib. Rilisan-rilisan mereka sekarang dihargai dengan harga yang bikin geleng kepala.
Kini, saya berhasil mewawancarai gitaris dari Blossom Diary, Angga Adiyatama untuk berbagi cerita tentang banyak hal, masa lalu, saat ini, termasuk berkaitan soal sebuah rilisan terbaru mereka bersama label Anoa Records, yang menurut saya sangat penting dan wajib dinikmati oleh siapapun. Karena musik mereka terlalu keren untuk diumpetin.
1. Ceritain bagaimana blossom diary bisa terbentuk?
Awalnya saya dan Dias (vokalis) memang berangkat dari teman sekolah smp dan sma, dan kita punya ketertarikan musik yang
sama. Sebelum pindah kuliah di Bandung, kami sudah lumayan sering ngeband juga pas SMA di Jakarta. Dan
kebetulan pas kuliah kita berdua ternyata pindah ke Bandung tahun 1999, kami mulai iseng bikin-bikin lagu, bikin lirik, dan
akhirnya coba ajak juga temen-temen dari Bandung yang kebetulan selera
musiknya sama juga untuk ikut bantuin. Di awal kita sempet ajak Deni
Hotaman untuk ngisi bass, dan Donny untuk bantuin di Drum. Kita
ketemu Deni dan Donny juga sebenernya dari temen ke temen juga dan
kebetulan kita dulu di Bandung juga sering untuk cari-cari atau tuker
atau jual-beli CD band, dari situlah kita mulai kenal Deni, Donny dan
temen-temen di Bandung lainnya dan mulai sering main bareng hangout
bareng dan sampai akhirnya Blossom Diary kebentuk disekitar tahun 2000
atau 2001 saya lupa.
2. Pengaruh musik band kalian begitu Sarah-esque yah?
Basically,
kita memang sudah into banget sama sound band indie yang berbau folkish
atau yang agak ke indie rock. Kalau mengenai Sarah records sendiri
menurut kita, Sarah records itu melebihi dari sekedar musik sih, tapi
lebih ke movement yang mereka ciptain dan idealisme yang mereka
benar-benar pegang tanpa memikirkan apakah sebuah record label akan
untung atau rugi. Jadinya musik dari masing-masing bandnya pun menurut
kita pure banget, dengan skil yang seadanya, budget yang minim,
instrument yang seadanya tapi mereka tetep bikin karya bagus dan
ternyata musik dari band-band Sarah record bisa kesebar luas dibelahan
dunia lain.
Kalau output musik kita sebenrnya kita memang
admire banget sama Sarah Records dari segi sound-sound lo-fi setiap band-bandnya, dan menurut kita pada saat itu sepertinya keadaan kita di
Bandung pun gak jauh beda dengan apa yang kita alami sama band-band Sarah
records, mengingat jaman dulu di Indonesia band-band indie agak susah
untuk diterima seperti sekarang.
3. Bagaimana proses kreatif kalian bikin lagu?
Semuanya
sangat natural, kita bikin lirik dan musik berdasarkan pengalaman yang
kita atau sekitar kita alami dan dari refrensi musik yang kita suka
dengerin.
4. Pertama kali single kalian di ripple edisi pertama yah?
Iya,
kita ditawarin oleh David Tarigan untuk ikutan di kompilasi itu,
kebetulan dulu David Tarigan masih di Bandung dan ikut bantu-bantu juga
di Ripple.
5. Bisa ceritain behind the stories dari rilisan album kaset self titled dan ep About the Poor Boy?
Jujur saya pribadi setelah saya dengerin lagi album
Blossom sekarang ini agak kaget haha...soalnya dulu kita sempet berfikir
ini album soundnya gak bagus. tapi setelah sekarang kita dengerin
ternyata sound album ini kalo didengerin lo-fi nya dapet banget. Anyway
untuk album kita ceritanya agak panjang, karena prosesnya lumayan lama
tapi seru. Dari mulai Donny sebenrnya gak bisa main drum, dan akhirnya
dia belajar hehe. Kita juga sempet recording beberapa lagu di tempat
Richard Mutter di Reverse ya kalo gak salah. Dan sempet juga recording
di studionya Lulu, saya lupa apa nama studionya. Dan akhirnya mixing
masteringnya dibantu teman kita Andi Lelew.
Untuk EP,
disini kita kebetulan sudah kembali hijrah ke Jakarta disekitar tahun
2003-2004, dan disini ada pergantian personel, ada Iyus gantiin posisi
Deni, Uga sementara gantiin Donny yang akhirnya posisi Uga juga diganti
oleh Ade dan kita juga ada satu personel baru di gitar yang diisi Andi
Hans.
Semenjak kita hijrah ke Jakarta pun banyak juga
perubahan lain pada Blossom Diary waktu itu diluar dari pergantian
personelnya. Seperti pengembangan musik Blossom sendiri juga kita pengen
sesuatu yang benar-benar baru dan beda dari album kita sebelumnya.
Blossom Diary ver.2
Dan
akhirnya pada EP kita "About the Poor Boy", disitu mencoba untuk
meberikan sentuhan baru pada musik Blossom, yang tadinya di album
pertama gak ada distorsi, disini semenjak ada Andi Hans masuk disitu
kita coba untuk eksplore sound gitar. Kita juga mengajak
salah satu band Free Jazz favorit kita di Jakarta yang kebetulan juga
adalah teman-teman kita jaman ngeband di SMA yaitu Tomorrow People
Ensemble. Di EP ini TMP mencoba mere-arrange satu lagu dari album
pertama kita yang berjudul " Something like your smile" , kita gak
nyangka banget dengan hasilnya yang bagus banget dan ternyata disini
kita juga udah melakukan crossing genre musik, dan kenapa enggak.
Semenjak kita hijrah balik
ke Jakarta ternyata banyak sekali yang merubah pattern Blossom Diary.
Saya rasa perubahan musiknya bisa banget dari banyak hal, misalnya di
biasanya kita di Bandung kotanya kan tenang nyaman, sedangkan di Jakarta
kotanya hectic lah macet lah, etc. Dan kitapun juga banyak kenal lagi
teman-teman baru di Jakarta maupun musik atau diluar musik, dan itu
sangat mempengaruhi Blossom pada saat itu. Dan kita
ngeliatnya sesuatu yang baru itu harus kita enjoy dan harus bisa
beradaptasi dengan situasinya juga, jadinya ya natural aja kita ikutin
pola kehidupan di kota besar juga.
7. Anoa Records akan merilis album the complete kalian. Bagaimana kesan elo dengan rencana tersebut?
Kita
seneng banget udah pasti, kita sempet mikirnya musik kita dulu gak
bakalan tahan sampe 5 tahun kedepan hahaha apalagi yang album pertama,
nenurut kita itu projek idealis banget soalnya, jadi ya lumayan tutup
mata aja kalo laku ya sukur kalo gak ya yang penting gue pernah bikin
dan puas sama hasilnya, jadi gak banyak berharap banget untuk sampai
sejauh ini mau di release ulang, kita sangat appreciate banget hehe.
8. Band kalian menurut gw telah menjadi band yg penting dan mungkin
cult. Bahkan lagu kalian dicover band baru. Any thoughts bout it?
Amin,
seneng banget kalo ternyata musik yang kita bikin lebih dari 10 tahun
lalu dan yang kita pikir gak mungkin orang bisa tahan dengerinnya
ternyata bisa menginspirasi band-band sekarang hehe, really appreciate
it.
Kalo ternyata ternyata menjadi cult kita kaget juga
sih, berarti apa yang kita dulu inginkan seperti movementnya Sarah
records dan etc ternyata berdampak sekarang.
Pointnya
sebenernya adalah kalo kita emang mau bikin sesuatu yang berbeda, ya
total aja, karna kita gak pernah tau juga dikedepannya akan berdamapak
seperti apa, selama kita seneng ngerjainnya mending dipush limitnya.
9. Kenapa sih Blossom Diary tiba-tiba menghilang?
Mungkin
karena semenjak pindah ke Jakarta kita masing-masing juga sudah mulai
kerja dan disibukan sama pekerjaan dan kesibukan lain, jadi waktu untuk
ngebandnya udah bukan proiritas lagi.
10. Jika Kompilasi diskografi Blossom Diary ini rilis dan sukses memenuhi
kerinduan penggemar band kalian, apakah terbuka kemungkinan untuk
ngeband lagi
Hahahaha .kayaknya
untuk sekarang gak ada niat untuk ngeband lagi sih, semangat dan
moodnya udah gak seperti jaman dulu pas ngeband, jadi kayaknya kita
cukup untuk bantu support promo dari releasenya aja mungkin.
Info terbaru, Anoa Records akan merilis album The Complete Blossom Diary dalam bentuk CD berisikan seluruh materi yang pernah dirilis band ini, baik single kaset Ripple, Kaset, CD About the Poor Boy, dan materi unreleased mereka. Liner Notes oleh David Tarigan. Akan dirilis pertengahan tahun 2015 sebanyak 500 keping. (ed)
Beginilah blog ini, tak lagi rajin posting artikel, meski untungnya ada manteman yang mau menyumbang tulisan. Lebih sibuk dengan blog sebelah, dan melupakan blog yang satu ini. Semoga tak ada yang kecewa karena tak ada lagi postingan album-album keren plus link unduh, ataupun review sekenanya.
Namun saya mau menulis lagi kok. Saya bikin kolom pribadi saya sendiri dengan nama Aku Mah Apa Atuh, yang maksudnya tulisan bertema bebas, dan dijamin gak ada pentingnya dan berpengaruh di kehidupan manteman, karena aku mah apa atuh, hanya pria mid-30 yang cukup bahagia. Yah, buat dibaca ringan sambil makan ubi rebus lebih baik ketimbang gorengan karena meningkatkan kolesterol. Saya hipertensi,
Kolom perdana gak penting ini saya kasih judul 'Ketika Mereka Memilih Belajar Agama'. Tema yang bikin saya gatal untuk menulis. Alasannya tentu manteman tahu semua bahwa baru-baru ini gitaris dan drummer Pure Saturday memilih pensiun dari musik untuk lebih khusyuk dalam beribadah. Yah seperti drummer Noah yah, juga seperti itu.
Beberapa tahun terakhir ini memang banyak musisi indie yang memilih untuk menanggalkan instrumen mereka demi menemukan makna hidup dan spiritual. Saya masih ingat dulu tuh seperti vokalis Innocenti, lalu basis The Upstairs yang mengejutkan teman dan penggemar. Kemudian saya menemukan drumer Planet Bumi turut melakukan hal yang sama ketika mendengar siaran radio AM saat mengetes mobil baru dimana sang ustad bertausyiah musik itu haram, begitulah katanya pada saya saat bertanya kok alat-alat drumnya dijual di timeline fesbuknya.
Lalu semua terkaget ketika vokalis Rumahsakit memilih untuk pensiun bermusik. Lalu kemudian drummer The Upstairs juga ingin lebih intens beribadah, Dan akhirnya si kembar dari Pure Saturday mengagetkan penggemar band indie darling di negeri ini dengan keputusan yang sama. Semua bereaksi, terkejut dan kebanyakan menyayangkan pilihan tersebut.
Dalam benak saya, sempat terpikir, apakah tren ini adalah sesuatu yang harus melibatkan kecurigaan, misal, jangan-jangan ada pengajian rahasia yang hendak merebut musisi-musisi indie, lalu apakah pasti ada misi rahasia yang berencana mengalimkan penikmat musik indie sebagai tujuan akhir?
Ataukah ini murni penjelajahan spiritual masing-masing yang memang begitulah adanya? Sebuah pencerahan atau hidayah? Wallahualam.
Meski begitu saya berusaha untuk menghormati pilihan mereka, meski dalam beberapa hal, kerap saya temukan bahwa cara pandang mereka dalam melihat sebuah perbedaan yang cenderung berbeda, dan intoleran. Tapi lagi-lagi Aku Mah Apa Atuh... ibadah masih bolong-bolong, meski kerja di penerbit yang menerbitkan buku-buku yang alim.
Saya tak mau membahas soal benar atau tidaknya apa yang mereka lakoni dan yakini, toh siapalah kita, yang berhak menilai benar atau tidak, haram atau tidak, kafir atau tidak. Berjubah, bercelana panjang tanggung diatas mata kaki, berjenggot, rambut mohawk, gahar, metal, britpop, suka pakai baju Fred Perry atau bersepatu Doc Mart, ngeband, sosialita atau apapun itu, cuma kemasan aja, karena yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang seutuhnya dan sebagai pribadi yang baik.
Nah, kata Baik ini yang harusnya menjadi kata kunci dari semua tindakan. Mau kita sekeren apapun, sekaffah apapun, sekristiani apapun, dan sebagainya, tetapi kalau kita tak bisa memahami agama kita sebagai agama cinta dan kasih sayang, percuma. Begitu juga kalau kita nyinyir sama setiap perbedaan, bahkan terhadap kepada mereka yang ingin lebih dekat dengan Sang Khalik, apa bedanya kita dengan orang-orang yang merasa paling benar?!
Minggu lalu saya menonton PK yang diperankan Amir Khan, film yang diproduseri oleh orang yang sama bikin film Three Idiots. Akan susah memahami pesan film ini jika kita keburu antipati dengan soal ciuman hot di awal film atau sindiran terhadap lima agama besar di dunia ini. Dan setelah menonton film ini, yah, akhirnya sadar pesan Imam Besar The Panasdalam, Pidi Baiq, yaitu Ya Tuhan mudahkan pikiran kami agar selalu melangit dan hati selalu membumi.
Teman-teman yang memilih pensiun dari bermusik sebenarnya sedang menjalani rute mereka masing-masing dalam melangitkan pikiran mereka. Dan saya pikir pintu kebaikan ada begitu banyaknya, termasuk hikmah-hikmah yang terserak di muka bumi ini bisa dipetik bahkan dari orang terburuk sekalipun. Alam semesta begitu maha luasnya sampai-sampai setiap saya melihat instagram NASA dengan foto-foto jagad raya... apa artinya kita yah.. yang lagi asyik dengan kesenangan kita tapi lupa diri di sebongkah batu melayang di sebuah galaksi.
Ustad saya di kantor bilang, Pet, Islam itu mudah banget. Asal lo jangan lupa diri aja. Saya yakin teman-teman itu punya perjalanan hidup yang memang mengarahkan dirinya ke pintu kebaikan yang mereka yakini. Terlepas dari cara pandang mereka melihat dunia yah, akan tak ada habisnya untuk diperdebatkan. Saya berpikir, apa lah artinya kita justru terjebak dalam menghakimi mereka untuk memilih pilihan mereka. Bukannya malah membuat pikiran kita menjadi tak jernih lagi?
Saya mah ca'ur, tapi semoga masih dimudahkan melakukan kebaikan dengan sesama dan tak lupa diri. Masih bisa beribadah. Dan bisa menyukuri atas nikmat-Nya untuk berkreasi, dan mencintai yang terhampar di muka bumi tanpa rasa benci terhadap apapun yang berbeda.
Ah.. alam semesta ini tak ada habisnya untuk diselami. Jangan sampai pikiran kita terbebani oleh hal-hal yang tak semestinya. Jangan lupa ada orang miskin dan anak yatim di sekitar. Dan berhenti berpikir buruk, karena tak ada artinya. Duh, gue ngomong apa sih... ----
Perkenalan pertama saya dengan Vague yaitu sekitar tahun
2012-an. Saat itu sedang ada acara rilis dari sebuah zine lokal dan mereka
menjadi salah satu penampil dari acara tersebut. Membawakan
beberapa materi EP awal mereka saya
sangat terkesan. Agresifitas punk sangat terasa tapi masih menyisakan ruang
untuk detail dan tekstur lagu. Bukan sekedar band punk yang asal-asalan
memainkan 3 kunci saja.
Berlanjut 2 tahun kemudian album Footsteps ini muncul dan dirilis oleh Sonic Funeral Records, Saya
merasakan kemajuan sisi musikalitas mereka. Masih terasa agresif tapi dengan musik
sangat jauh berkembang. Lumayan cukup sering melihat mereka wara-wiri di beberapa acara musik independen
di sekitaran Jakarta. Dan beberapa materi dari album ini juga sering
dibawakan secara live. Tapi apa yang ada pada album ini jauh melampaui ekspektasi saya.
Bunyi gitar fuzz yang membentuk wall of sound, drum dengan tempo kencang yang bergemuruh terasa sedikit
megah, dan bass yang menjadi jangkar dari kedua instrumen tersebut. Sedikit
sulit untuk melakukan klasifikasi album ini. Terasa sangat punk tapi lebih
progresif. Ada nuansa gitar shoegazing
disini, eksperimen a la indie rock terasa juga sedikit sinkopasi
post punk dengan lirik-lirik
yang introspektif dan terselip sedikit kritik. Saya melewati proses membandingkan
band ini dengan band-band lain yang sudah ada karena akan terasa dangkal dan
kurang defenitif.
Dibuka dengan Footsteps yang langsung menghajar gendang telinga tanpa ampun. Walaupun
pada pertengahan lagu ada semacam “jeda” yang akhirnya berkamuflase menjadi
gulungan fuzz gitar tanpa henti. 6
menit yang nendang. Setelah itu ada Inadequate yang dipilih menjadi single pertama dari album ini dan sudah
diperdengarkan ke publik via laman soundcloudmereka. Dengan tempo yang dibuat naik turun, lalu ada beberapa belokan
tempo pada pertengahan lagu dan dilanjutkan dengan beberapa momen slow headbang sampai lagu berakhir.
Dilanjutkan dengan Retreat yang dibuka dengan permainan
gitar yang memenuhi ruangan pendengaran plus
beberapa momen sing a long pada beberapa
bagian. A Giant Blur melanjutkan
pesta dari album ini. Lalu di Interlude
mereka bermain seperti seolah-olah saat ini adalah era 90’an awal. Ya mereka
bermain dengan layering gitar delay dan reverb. Disambung dengan Unquestined
Answer yang menjadi lagu favorit saya pada album ini, ada beberapa momen stop and go yang sangat ciamik pada lagu ini. Dissonance yang sedikit berbau post punk. Ditutup dengan Fade yang cocok untuk pesta stage diving pada venue kecil.
Apa yang Vague suguhkan di album
ini adalah semacam penyegaran dari band scene
lokal, dimana mereka bermain sangat gahar tetapi juga sangat “manis”.
Sebuah jejak kaki dari band yang mungkin akan menjadi besar dikemudian hari.
Kita tidak akan pernah tahu. Tapi buat apa pusing lebih baik nikmati saja album ini. [Andri Rahadi]
Sebuah besek, harum kemenyan, dan cd bertitel Renjana. Sebuah rilisan perdana band Yogyakarta bernama Rabu memadukan kekhidmatan Nick Cave dan mistikus Njawani .
Ketika saya mampir di Solo untuk urusan dinas kerja, salah satu teman di kota tersebut mengabarkan kalau ada acara musik dimana Rabu akan bermain. Jujur saya belum mendengar satupun lagu band yang terdiri dari dua orang ini,Wednes Mandra dan Judha Herdanta.
Ketika pertama menyaksikan mereka live, saya cukup kaget dengan musik mereka. Meski pertama kali mendengar live dimana ada nuansa yang sulit saya tangkap (mungkin masalah sounds), tetapi untuk pertama kalinya saya mendapati ada band dengan musik khas Nick Cave. Bukan berarti saya bilang mereka plek a Nick Cave-thing, tapi vokal seberat itu rasanya jarang.
Rabu - Renjana
Lagu-lagunya bagus, meski dengan formasi dua gitar saja, tentu kalau saya bedah kanan kiri, like and dislike, duh, kayaknya bakal banyak maunya saya saja :)) Renjana menurut saya memberikan satu suguhan yang berbeda, dan mereka merilisnya dengan besek, kemenyan, bebungaan, dan ada pasir-pasir gula. Saya tak tahu apa alasannya, namun saya pikir ini adalah bentuk dari Njawani-nya Rabu, mistis dan kejawen.
Malah saya berpikir vokalis Rabu menghadirkan vokalnya orang Jawa, seperti yang Emha Ainun Nadjib atau Sawung Jabo. Teatrikal dan mistis. Musik mereka laiknya gelapnya Nick Cave, namun Njawani. Rabu menghadirkan lantunan dan lirik yang bukan sekadar bergelap-gelap ria.
Hanya satu keresahan saya, performa live mereka mungkin perlu dijaga khususnya dari segi sounds. Tapi mereka patut diberi apresiasi atas musik yang berbeda.
Morrissey merilis sebuah single untuk album terbarunya berjudul Istanbul. Memesona dan cantik seperti gadis Turki yang termangu di pinggiran selat Bosphorus.
Sang biduan kembali lagi tampil dengan sebuah single terbaru berjudul Istanbul, setelah album terakhir yang mengecewakan - Years of Refusal. Single ini menurut saya sangat cantik, elegan, dan indah, petikan sitar (kalau tidak salah, atau mungkin alat petik Turki), dan bikin lagu ini begitu membuat saya jatuh cinta lagi dengan pria tua ini.
Liriknya pun, ah, Morrissey, dia selalu puitis dan menyentuh. Setelah di album sebelumnya Paris menjadi tumpahan hatinya, kini Istanbul merasuki benaknya. Kota indah di antara dua benua, kota dua peradaban, dan di tangan Morrissey menjadi sebuah lagu bagus.
Single ini menjadi pembuka album terbarunya, World Peace is None of Your Business. Rasanya album ini bakal menjadi sesuatu yang menarik. Saya jatuh cinta sama lagu ini. In Istanbul.. give me back my brown eyed sun..
Lagu Istanbul bisa didengar di link youtube ini -> http://www.youtube.com/watch?v=rcGGojgYZQw
Bah! Records adalah label kecil. Mirip Heyho Records, mereka merilis band-band indies yang mustahil diliput Majalah Hai atau Gadis. Karena tidak ada apa-apanya.
Dan ketika saya mampir ke Kineruku, pas bayar nasi ijo beranjak pulang, tetiba mata tergelitik melihat bungkusan plastik lusuh dan sepertinya tak laku berisi kaset dan zine yang mencurigakan. O la la! Kompilasi Bah!
Senangnya. Kompilasi label ini bagus untuk yang mau berkenalan dengan band-band indies yang obscured. Ada Starwick, Young After, Winterspread, Examine Your Zipper, the silent Love sampai Kapsul.
Saya suka rilisannya. Zinenya juga suka. Rasanya sah menjadi indies seperti semangat yang diusung zine Sobat Indi3.
Kompilasi ini masih tersisa satu di Kineruku. Nggak usah beli yah. Karena numbered dan limited. Nanti jadi indies. Dan itu masalah. Karena teman saya bilang sendiri kalau Indies Ruined My Life.
Sudah jilid ketiga, acara musik yang dibuat oleh para personil band Morfem ini tetap bersemangat menghantarkan band-band 'aneh' yang mulai bermunculan. Kesegaran tanpa putus.
Satu hal penting jika anda menonton Thursday Noise dari Jilid 1, 2, dan besok, 3, kita akan menyaksikkan band-band yang obscured dan hanya bergentayangan di belantara maya.
Ketika acara musik indie tak bertenaga dan panitia kerepotan mencari lokasi, band Morfem dengan jaringan perkenalannya dengan Borneo membuat sebuah acara yang tepat untuk band-band 'aneh' untuk unjuk gigi.
Maka ketika sudah jilid ketiga, akan sangat penting buat kamu-kamu sekalian untuk hadir di acara ini. Kenapa, karena menurut saya, hanya Thursday Noise yang membuka diri untuk band-band 'aneh' ini.
Dan jangan meremehkan band-band 'aneh' ini karena Morfem punya selera yang baik untuk mengurasi band-band yang tepat ditampilkan. Perlahan acara ini bisa saja membuat skena-nya sendiri.
Tapi buat apa itu dipusingkan, datang, nonton, dan dengarkan sendiri. Menurut saya mereka don't give a fuck kalau ada yang mo datang atau tidak. Kalau benci, tak usah datang lagi. Kalau saya selalu datang.
Rilisan split kaset yang terbilang ajib. Berisi empat lagu dari dua band yang tinggal di Malang, Jawa Timur. Riak-riang kecil di kota Malang siap menjadi tsunami yang bising dan menawan.
Jarang banget saya kepincut pada satu suguhan musik keren, lalu langsung menulis di blog ini. Seperti orang yang gak sabaran harus menjadi penulis review pertamanya. Terakhir, rekaman Somnyfera itu.
Tapi untuk yang satu ini cukup aneh juga. Gegara ada yang posting link di blog Indonesianshoegazer.blogspot.com, kaset split dengan link streaming lagunya. Keren banget, sampai saya langsung DM yg punya link, pesen satu. Terus mesen kaos salah satunya band juga di Twitter. Split kasetnya juga dari kota Malang, kota kelahiran saya!
Jadi, sementara kasetnya juga belum ada, saya bikin deh reviewnya sembari mendengarkan streaming dari label For The Records yang merilis kaset split ini. Bandnya, Guttersnipe dengan lagu Ilustrasi dan Unsaved; lalu Intenna dengan Thirst dan Flowery. Hasilnya, kaset yang keren banget, dimana Guttersnipe mewakili noise pop/bliss/space rock dan Intenna menghantarkan dreampop shoegazing yang serupa gubahan Guthrie dan Halstead.
Kota Malang ternyata menyimpan dua band yang patut dicermati. Entah sudah berapa tahun saya tak pernah lagi ke sana, cuma sekali sejak lahir, itupun pas kuliah. Kota Apel ini dihuni oleh sekelompok anak-anak muda yang punya selera musik yang selaras kerennya dengan band-band mereka.
Intenna
Mereka mungkin akan sulit ditonton oleh dua kota besar kayak Bandung dan Jakarta, karena Jarak. Meski Bladhaus Tour tahun lalu harus mengikut sertakan dua band ini di tour tahun 2014 ini. Itu kalau akan dilakukan lagi.
Jadi, bersegeralah memesan kaset ini. Mereka layak diapresiasi atas musik apik dari kota di timur pulau Jawa ini yang terkadang terlalu Jakarta/Bandung-sentris ini. Rilisan kaset pembuka tahun 2014 yang bagus. Well done!
Band ugal-ugalan yang melegenda dari ibukota yang lebih jahat dari ibu tiri hingga kota kembang geulis pematah hati, merilis sebuah kaset. Kasetnya sudah dirilis, dan masih penuh godaan buruk jauh dari norma susila..
edit. - "kok gak bisa diputer yah di blog hahahaha :))"
Semua orang tahu kisah band ini di era awal 2000-an ketika di atas panggung, saat era BBs Cafe dan lainnya, bagaimana para personilnya memberikan pengayaan kepada audiens bagaimana bersikap di atas panggung. Termasuk ketika proses merekam album pertama Longway to Heaven, sungguh kabar rumor mistis, eksotis, dan adiktif di dalam studio musik bergentayangan dari mulut ke mulut para scenester dan hipster yang penuh gaya dan aksi.
Jadi ketika saya dapat selentingan TDS merilis satu kaset, dan mendapat penampakan cover pertamanya, dimana sepasang kekasih memadu kasih di tengan alam savanna dengan posisi hewani, maka penantian yang sebenarnya tidak dinantikan juga itu hadir. Kabarnya akan dirilis dengan kemasan kaset berbeda dengan bantuan Lian di Jalan Surabaya.
Dan akhirnya kasetnya pun ada di tangan saya. Meski cover aslinya gagal lolos sensor dari Departemen Penerangan era Harmoko, dan ketika saya minta versi aslinya, gitaris TDS minta uang ganti sebesar 30 juta rupiah. Sungguh amoral!
Apapun itu, album ini bertitel Early Years 88-91, yang artinya sejak mereka masih SMP, para TDS sudah merekam materi yang berlimpah dan destruktif. Lihat saja judul-judul lagunya yang.... sangat-sangat filosofis dan eksistensial. Entah berapa nilai rapor mereka di mata pelajaran Agama dan PMP, sekarang dikenal PPKN, kalau pas kuliah Kewiraan. Gitaris TDS bilang ke saya kalau rekaman ini adalah sekumpulan anak muda yang sedang merekam sebuah lagu-lagu di halaman belakang di era 80an. Mereka adalah sekumpulan anak muda kaya akan referensi dan narkoba.
Maka jika kamu dengar kaset ini, memang betul adanya. Satu kata, TDS mulai main-main dengan psikedelika. Mulai meresapi alam benak Anton Newcombe ketika membuat lagu. Mulai menyelami nihilistik Sonic Boom. Tetap ugal-ugalan seperti yang diajarkan Iggy Pop dan Ron Asheton. Dan di setiap lagu, diselipkan lagu tua daerah dan potongan cuplikan dialog film tua yang satir dan ironi tentang dekadensi moral remaja.
Masalahnya apakah kamu mau percaya isi dari kaset ini, baik yang tertulis ataupun yang terekam. Itu resiko masing-masing pembelinya. Saya hampir pasti sangat penasaran bagaimana TDS bisa membawakan lagu-lagu ini di atas panggung. Khususnya lagu dengan lirik tentang pentingnya kamus bahasa inggris-indonesia, adalah penantian saya.
Awalnya saya mau review album ini blak-blakan dari sisi apapun, dengan menggunakan berbagai macam pisau bedah analisis yang saya punyai, tetapi saya malas. Karena ada suara maung di akhir rekaman kaset ini. Album ini dari tahun 88-91. Percayai saja. Jangan beli. Pinjam saja.
Wastedrockers merilis album perdana dari band aneh tapi
keren dari Kota Kembang. Bertitel ‘Paralyensomnyvm!!XX’ , weird as fuck, but in a coolest way.
Paralyensomnyvm!!XX dan Toylet Alyens
Somnyfera betul-betul
bikin saya terpana sejak CD EP Somnyfera bertitel Toylets Alyens yang pernah diberikan Dede ketika menghelatkan
sebuah acara di kafe Jalan Jaksa dimana Somnyfera dan band saya bermain. Selang dua tahun kemudian, album perdana mereka hadir danbikin saya kagum, ada band seperti ini di
kota Bandung. Damn!
Total ada sebelas lagu terangkum di album ini. Dibuka dengan
hempasan noise feedback distorsi kotor dekil judulnya Dzat Gelap. Itu saja sudah
aneh, ditambah ilustrasi perempuan alien di album, lalu penamaan personil yang khas dan tampak datang dari konstelasi galaksi
berbeda, seperti Dykagalaktyka (vokal, gitar), Rezabymasakty (drum),
Volchandromeda (bas) dan Sayturnus (gitar).
Liar dan tak terduga. Lagu kedua, openingnya
saja seperti lagu Metallica (lupa judulnya hahaha) namun musiknya begitu space
rock dan alternative. Lick-lick gitar di album ini bener-bener aneh dan keren.
Entah mungkin istilahnya kayak math-rock? Ah, just give a fuck with the term hahaha Mereka main bebas banget. Lagu favorit saya, ‘Benci
Rasa Stroberi’; - dudes, that’s my fave
fruit, cmon!:))
Dua lagu lainnya, di bagian akhir album ini, ada lagu 'Antaryxavaty', sebuah track reverse dari sebuah lagu, seperti yang dilakukan
The Stone Roses di lagu ‘Elephant Stone’. Lalu ‘Petani Luar Angkasa’ yg merekam derik pistol mainan dengan suara besi yang dimainkan terus menerus, tentu kalian paham maksud saya pistolnya seperti apa. Trippy as fuck!
Somnyfera di album ini saya seperti menemukan rupa band-band
macam Smashing Pumpkins, Metallica, The Pixies, Nirvana, My Vitriol, dan
sebagainya. Cuma musik Somnyfera seperti medan keributan masal dari band-band
tersebut. Mungkin akan lebih baik anda beli album yang hanya
dirilis terbatas dan numbered.
Sungguh aneh Bandung punya band seperti ini. Dan anehnya lagi Somnyfera justru bak berada dibawah radar, tak terendus,
namun laten keberadaannya. Tapi itu keajaiban Somnyfera, seperti betapa ajaibnya si
basis ketika saya pertama kali nonton mereka, memakai bas warna pink berbentuk wajah Hello Kitty.. Cool as Fuck!!
Akhirnya band asal
Jakarta ini merilis sesuatu sejak kejayaan era Myspace. Album perdana band seminal
shoegaze yang menyenangkan dan alt-ish.
Whistler Post - S/T
Inilah review dari band yang telah saya tunda begitu lama
diakibatkan beberapa hal. Pertama, tiba-tiba tape boombox CD saya gagal membaca
CD album ini, dan hanya di track 7 dan terakhir. Kedua, saya lagi pusing sama
rilisan label Anoa Records dan juga kerjaan kantoran. Dan tiba-tiba malam ini,
sepuluh menit sebelum saya mengetik paragraf pertama, boombox yang aneh ini
(karena hanya gagal baca CD Whistler Post, sementara CD-CD lainnya aman) mau
membaca seluruh track lagu dari album mereka! Padahal saya iseng saja nyobain
kali saja berhasil. “..life.”
Album perdana Whistler Post, bagi saya adalah penantian
begitu lama. Masih teringat jaman era Myspace, dan menemukan laman page band
ini. Langsung saya jatuh hati karena musik mereka mengingatkan kepada band-band
era 90an, seperti Drop Nineteens, Ivy, Velocity Girl dan tentu saja Lush. Masih
ingat dulu pernah pengen ajak band ini ikut acara Tribute to 90s Shoegaze
bawain Lush, namun malah ragu-ragu gitu mereka diajakin hahaha :P
Tapi sudahlah, akhirnya hadir juga album Whistler Post yang
menurut saya, sangat apik dan menyenangkan! Pasutri yang aktif di skena lokal,
Andi Hans (Seaside, Pandai Besi, Cmon Lennon, etc) dan Tania (Clover), mereka
menjadi songwriters dari album ini, chemistry mereka sudah terlihat sekali,
bahkan saat masih fase ‘berpacaran’. Suara tipis dan khas Tania, dan kepiawaian
Hans meracik tekstur musik di setiap lagu, sudah jadi jaminan mutu.
Lagu pembuka, Better Days langsung menyapa dengan kesan yang
hangat. Denting piano pun menyelimuti lagu teduh seperti Like A Star. Lagu Till
The End, begitu memikat dengan beat dan petikan gitar Hans yang simple dan enak
di telinga. Saya berpikir album ini jika saya sempat bilang album Seaside ‘Undone’
bisa disejajarkan dengan Themilo ‘Let Me Begin’, album Whistler Post mungkin
bisa disandingkan dengan album Cherry Bombshell ‘Waktu Hijau Dulu’. Itu
pendapat saya.
Whistler Post
Keseluruhan album yang dirilis DFA Records ini adalah album
yang memikat dan bersyukur saya sudah membelinya dua kali. Sungguh jarang lagi
bisa menemukan band-band dengan sounds dan musik seperti Whistler Post ditengah
selera skena lokal yang lagi asyik masyuk dengan delay dan ambient melangit
meruang. Album ini segar!