Opamela Records berencana merilis materi2 yang terserak dari band Post Punk terbaik dari kota Bandung, Faction.
Kaget juga ketika melihat instagram opamela records yang akan merilis materi2 dari band post punk Bandung, Faction. Mengenal band ini sudah lama sekali ketika Myspace menjadi sosmed yang paling ngehits di anak muda kala itu, dan jadi tempat paling seru untuk mencari band-band bagus dan unik ketika itu.
Dan ketika Tiok kemudian WA dan beri link artikel blog labelnya (bersama satu orang bernama Novanindro), saya pikir apa yang dilakukan label ini harus diacungi jempol. Faction sendiri sudah tidak aktif lagi, orang2nya mungkin juga sudah entah kemana, dan saya rasa mereka berhasil mengontak salah satu personilnya untuk minta ijin rilis.
Jika di Jakarta ada Theporno, Faction mewakili post punk di Bandung. Bahkan di 2000an, Theporno termasuk rajin juga main di acara-acara, entah Faction. Materi-materi mereka di Myspace (https://myspace.com/factionthepil ) bener-bener bagus, darkwave dan post punk. Dan mereka dari Bandung pula.
Ketika itu saya ingat Pandu yang suruh saya cek page myspace mereka, sampai2 saya donlot lagu2 mereka via program rip mp3 di internet. Bahkan Pandu dan Yanu berencana membuat label postpunk beberapa tahun lalu dan sudah bermimpi Faction akan menjadi rilisan pertama mereka. Dan Pandu kemudian merekomendasikan band ini untuk dirilis oleh opamela records.
Bagi saya Faction seharusnya menjadi band pembeda di skena Bandung. Saya yakin, mungkin cuma Faction, band postpunk Bandung di medio 2000 yang bener-bener bagus, itupun kalau ada segenre, ketika band2 bandung lainnya ketika itu kebanyakan dreampop shoegaze, rock n roll, atau twee pop. Dan lagi-lagi yang bikin gemas adalah mereka seperti muncul sendirian, tanpa ada support scene setempat untuk beri mereka kesempatan untuk manggung. Mungkin saya salah duga.
Opamela records menyukai band semacam ini. Saya nggak heran jika opamela mau merilis fisik untuk pertama kalinya, dari Faction. Band ini perlu didokumentasikan dalam bentuk rilisan fisik, apapun itu bentuknya, agar orang-orang bisa tahu, kalau Bandung nggak melulu band2 shoegaze, indiepop atau roster2 fastforward. Ini ada satu band Post Punk bernama Faction, dimana mereka semua melewatkannya begitu saja band sebagus seperti ini (seperti halnya band kayak Somnyfera). Dan itu tak apa kok. Karena opamela records akan merilis Faction pada tahun ini.
Showing posts with label Post Punk. Show all posts
Showing posts with label Post Punk. Show all posts
Friday, June 30, 2017
Monday, April 25, 2011
Rowland S. Howard – Teenage Snuff Film
“..why you have to be so fuckin genius and an alcoholic in the same time..” (anonym)
Sebuah kalimat yang menekan hati, tertuju pada seorang musisi dan gitaris legendaris dari negeri kangguru, Rowland S. Howard (RSH). Komentar itu saya temui di sebuah videoklip milik gitaris gaek dengan bermata cekung ini di Youtube. Raut wajahnya menyiratkan jejak kehidupan kacau berharum alkohol dan bius adiktif, menghiasi aksinya di atas panggung dan karya musiknya.
Terlahir di kota Melbourne, 24 October 1959, RSH adalah seorang musisi dan gitaris yang langka. Testimonial atas RSH oleh para musisi alternatif dunia seperti Thuston Moore, Lydia Lunch, hingga Nick Cave menegaskan betapa spesialnya RSH di hati mereka. Pendiri The Birthday Party bersama Nick Cave, RSH menampilkan sebuah sensasi bermusik yang bising, agresif, dan, puitis. Bersama gitar Fender Jaguar tahun 1968-nya, RSH sungguh membuat post punk menjadi tampak lebih emosional daripada Ian Curtis, dengan liar meracik esensi country, punk, dan blues jalanan melalui petikan gitarnya.
Sebelum saya mendapatkan album solonya yang berjudul Teenage Snuff Film ini, trailer dokumenter RSH berjudul Autoluminescent di Youtube lah yang memperkenalkan sosok orang tua ini. Sampai ketika saya jalan-jalan di toko music Aquarius PI (kini telah tutup) yang sedang cuci gudang, dan menemukan sebuah cd agak lusuh kemasannya di rak diskon besar-besaran. Kovernya sederhana, menampilkan siluet wajah RSH dengan stiker imported, berbanderol diskon sekitar 50ribuan, kalau tidak salah. Betul-betul tak memikat puluhan orang yang sedang mengubek rak-rak cd di toko tersebut.
Sedikit terkaget, saya langsung mengambil cd itu dan membelinya. Sesampai dirumah, segera terputar cd di tape CD merk Sony hasil menang undian kartu nama saat menjadi wartawan dulu. Melirik liner notes di sampul cd, saya menemui nama-nama yang tak asing dari band Nick Cave and the Bad Seeds, seperti, Mick Harvey dan Brian Hopper, lalu ada rekan RSH saat dirinya masih di band These Immortal Souls, Genevieve McGuckin.
Lagu pertama terputar, Dead Radio, sebuah lagu yang kelam dengan petikan bas yang muram. Ketukan drum Mick Harvey meratapi setiap bait yang dilagukan RSH. Beberapa lagu lainnya semakin dingin oleh petikan-petikan RSH yang dingin, seperti Breakdown (and then...), She Cried, atau semisal Exit Everything.
Gubahan paling menarik dari RSH di Teenage Snuff Film adalah lagu dari Billy Idol, berjudul White Weeding. Di lagu ini RSH menampilkan kepiawaiannya meracik atmosfir berbeda dan jauh lebih keren ketimbang versi Billy Idol (hahaha), seperti yang juga dilakukannya bersama Lydia Lunch pada lagu Some Velvet Morning, milik Lee Hazelwood dan Nancy Sinatra, di era 80-an.
Total ada sepuluh lagu di album yang sarat dengan refleksi emosional RSH di usia senjanya. Kelam dan dramatis. Lagu Sleep Alone yang begitu bising dan noise, dengan petikan gitar RSH yang meyayat liar, menutup album Teenage Snuff Film, bak ending sebuah bagian kehidupan pria bernama Rowland S. Howard.
Ia disebut-sebut pernah berada di rumah sakit jiwa, tinggal di jalan, berdansa dengan alkohol dan drugs, serta ragam kekacauan lainnya. Namun, kejeniusannya melalui karya-karyanya yang artistik tak tergerus sama sekali. Bagi saya, RSH adalah musisi yang bisa merasuki karya-karyanya dengan begitu intens dan personal.
Penyakit liver memang telah mengakhiri hidup gitaris sinting dan kacau ini, 30 December 2009, namun album ini tak memupus hasrat dan musikalitas RSH, dan saya ingin sekali memperkenalkan orang ini kepada anda semua. Marr
Friday, December 25, 2009
The Porno - Subliminal

Setelah dua minggu nongkrong di rak CD saya akhirnya datang juga waktu yang tepat untuk bisa berkonsentrasi mendengarkan debut album milik The Porno ini. Terima kasih buat rekan saya yang dengan sukarela memberikan cd ini kepada saya untuk direview, berbalut standard jewel case cover album ini cukup bernuansa suram ditambah judul yang berdasarkan terjemahan dari kamus Inggris – Indonesia karangan S. Wojowasito berarti “bawah sadar”, heem rasanya kedua hal tersebut sudah cukup menggelitik rasa keingintahuan saya akan isi materi album ini.
Dirilis oleh Sinjitos Records dan diproduseri oleh salah satu orang yang mempunyai sentuhan Midas di dunia Indie tanah Batavia ini, pastinya para pendengar dan fans The Porno akan mengharapkan sesuatu yang melebihi ekspektasi dari materi album ini, apalagi demo dan lagu The Porno sebelum dihandle oleh Iyub terdengar biasa saja. Berbicara tentang The Porno tentu saja tidak bisa terlepas dari Joy Division dan Post Punk, setidaknya itulah persepsi orang-orang atau fans yang sudah mengenal dan mendengarkan musik mereka, entah apakah hal ini membuat The Porno sendiri sudah muak atau malah bangga dengan pengasosiasian ini, yang jelas itu sudah cukup menjelaskan secara gamblang status bermusik mereka.
Sebenarnya saya termasuk orang yang tidak suka untuk mengkotak-kotakan band berdasarkan genre musiknya, tapi akar musik The Porno memang jelas tertanam kuat pada tradisi DIY yang kaya dari post-punk Britania Raya dan Garage Rock Detroit. And of course with all their maximum efforts, The Porno telah berusaha keras dan cukup berhasil membuat semacam pendekatan yang jelas baik itu melalui cara dan gaya bernyanyi serta musikalitas mereka ke arah genre yang telah dieksplorasi dan dipelopori oleh beberapa band yang paling berpengaruh di masa dua puluh lima tahun lalu tepatnya akhir tahun 70an dan sudah melegenda tersebut (ie. Joy Division, Gang of Four, XTC & The Fall; to name a few). Tanpa sangsi, tentunya mereka juga telah berusaha keras untuk membuat Ian Curtis bangga sebagai Icon mereka, dengan tidak mengundang perbandingan yang negative akan hal tersebut.
Ok, cd The Porno telah terpasang di CD player saya lets hear the first track entitled “premature”, di lagu pertama yang berlirik bahasa Inggris ini they still sound a bit shy ataukah mereka memang berniat untuk membangun tempo terlebih dahulu, dengan kata lain tidak langsung hajar dengan lagu kencang, ah sangat disayangkan memang (Fyi: Saya sangat suka dengan hantaman keras di awal album ala Dinosaur Jr. He he he). Dengan amunisi sound fuzz gitar dan suara drum gagap berderap saya sudah terbayang akan seperti apa jadinya track-track berikut. Lagu kedua “To Get Through A Fence” yang berdurasi 1.17 menit ini kita langsung disodori dengan intro ketukan drum plus gigitan bass yang berakselerasi, nah disini saya mulai antusias. The Porno mulai bermain dengan gigih dan bersemangat, riff-rif gitar terdengar cukup variatif, dentuman bass terdengar membimbing dengan jelas kemana arah musik mereka.
Dari total delapan lagu di album berdurasi kurang lebih 30an menit ini hanya terdapat satu lagu yang berlirik bahasa Nasional, lainnya berbahasa Inggris semua. “So it Goes” dan “The Final” tampak terinspirasi dari album “Closer” nya Joy Division tetapi ditambah riff-riff fuzz variatif serta distorsi yang cukup berat dari effect Fender Blender dan EH Holy Stain. Lirik yang galau plus kekalutan langsung menimbulkan mood yang membenamkan kita ke dalam lumpur depresi plus effect Claustrophobia, sayang kreativitas dan pengucapan lirik masih harus sedikit lebih ditempa, dimana hal ini juga terdengar cukup jelas pada lagu “Control” padahal ini termasuk salah satu track favorite saya di album ini dari sisi musikalitasnya.
Lanjut di track kelima, akhirnya ketemu juga lagu berlirik berbahasa Nasional di album ini, “Hantam Ku Gerak Gerilya” bertempo cepat berontak penuh energy dengan teriakan lantang sang vokalis dan ending yang maut sangat cocok buat doping pelepasan adrenaline. Kemudian tiba pada track favorite saya yaitu “Introvert”, this song really surprises me, karena di lagu ini saya justru menemukan unsur shoegaze yang cukup kental, dan kalau kita berbicara identitas “Subliminal”, justru di lagu inilah saya menemukannya. Ada nuansa bawah sadar yang menarik jiwa kita ke alam euphoric melalui ketukan drum nan ramai, raungan vokal yang melodius, gigitan bass bak gerinda yang mengalir terharmoni serta reverb noise dari deruan gitar yang raw dan membius. Di lagu ini pula mood saya bisa sedikit cerah setelah 6 kali dihantam dengan nuansa kesuraman dan kegalauan yang cukup monoton dan hampir membuat saya mengecilkan volume amplifier saya. In Other words, The Porno is actually quite talented dalam menciptakan lagu-lagu bernuansa shoegaze.
The Last track sekaligus berdurasi paling panjang lebih dari enam menit called “Minor”, nah yang ini jelas-jelas inspired by The Stooges, kalau ada yang berani menyangkal silakan berdebat dengan saya. Eksplorasi maksimal dari gitaris The Porno tercurah habis-habisan di lagu ini, noise, reverb, distorsi dan fuzz campur aduk menjadi sesuatu disorder yang mengadiksi, detakan drum yang gagap dan konstan monoton courtesy The Stooges sukses menjadi jiwa di lagu ini. Saya sangat suka dengan struktur lagu ini, ada unsur psychedelic dan acid sebagai bensinnya, but again saya agak kurang nyaman dengan seksi vokal di lagu ini, but this is still my favorite track from the Album.
My final conclusion, Album ini bagus dan inovatif meskipun masih terdapat beberapa flaw yang cukup mengganggu terutama di bagian vocal dan lirik, akan tetapi riff-riff gitar yang tajam dan variatif, ketukan drum konstan repetitive yang menjadi salah satu ciri khas genre post punk serta sedikit unsur psychedelia yang kemudian disempurnakan dengan aransemen yang tight dan sesuai dengan apa maunya Band ini, menjadikan album ini sebuah debut segar dari salah satu pengusung post punk di Indonesia ini layak untuk didengar dan dibeli tentunya, bukan sebuah debut yang fantastic dari The Porno tetapi justru itu yang menjadi nilai plus dan mereka telah menetapkan dasar pondasi yang kuat dari identitas musik mereka dan juga sebuah nostalgia instant atas spirit DIY dan bawah tanah dari 70s -80s post punk movement .
Saya juga yakin mereka masih akan dapat berkembang lebih baik di materi-materi mereka berikutnya, For their next releases, saya ingin lebih banyak mendengar The Porno lebih bereksperimen dengan musik mereka dan tanpa segan-segan mau mencomot pengaruh dari Band-Band Post Punk America dan Garage Rock lain seperti MC5, Husker Du, Sonic Youth, Gang of Four (UK), The Sound, Pere Ubu, Mission of Burma, The Birthday Party (UK) atau dari legenda Rock macam Velvet Underground, Pink Floyd maupun The Doors sekalipun.
Come on Guys Post Punk isn’t only about Ian Curtis and Joy Division... In The End, Congrats buat The Porno, you’ve made it keep rockin mates!!! The Drowner

Get this fascinating album at your favorite record stores, such as Aquarius, Aksara, or else!!
Subscribe to:
Posts (Atom)