Tuesday, February 3, 2015

Aku Mah Apa Atuh: Ketika Mereka Memilih Belajar Agama

Beginilah blog ini, tak lagi rajin posting artikel, meski untungnya ada manteman yang mau menyumbang tulisan. Lebih sibuk dengan blog sebelah, dan melupakan blog yang satu ini. Semoga tak ada yang kecewa karena tak ada lagi postingan album-album keren plus link unduh, ataupun review sekenanya.

Namun saya mau menulis lagi kok. Saya bikin kolom pribadi saya sendiri dengan nama Aku Mah Apa Atuh, yang maksudnya tulisan bertema bebas, dan dijamin gak ada pentingnya dan berpengaruh di kehidupan manteman, karena aku mah apa atuh, hanya pria mid-30 yang cukup bahagia. Yah, buat dibaca ringan sambil makan ubi rebus lebih baik ketimbang gorengan karena meningkatkan kolesterol. Saya hipertensi,

Kolom perdana gak penting ini saya kasih judul 'Ketika Mereka Memilih Belajar Agama'. Tema yang bikin saya gatal untuk menulis. Alasannya tentu manteman tahu semua bahwa baru-baru ini gitaris dan drummer Pure Saturday memilih pensiun dari musik untuk lebih khusyuk dalam beribadah. Yah seperti drummer Noah yah, juga seperti itu.

Beberapa tahun terakhir ini memang banyak musisi indie yang memilih untuk menanggalkan instrumen mereka demi menemukan makna hidup dan spiritual. Saya masih ingat dulu tuh seperti vokalis Innocenti, lalu basis The Upstairs yang mengejutkan teman dan penggemar. Kemudian saya menemukan drumer Planet Bumi turut melakukan hal yang sama ketika mendengar siaran radio AM saat mengetes mobil baru dimana sang ustad bertausyiah musik itu haram, begitulah katanya pada saya saat bertanya kok alat-alat drumnya dijual di timeline fesbuknya.

Lalu semua terkaget ketika vokalis Rumahsakit memilih untuk pensiun bermusik. Lalu kemudian drummer The Upstairs juga ingin lebih intens beribadah, Dan akhirnya si kembar dari Pure Saturday mengagetkan penggemar band indie darling di negeri ini dengan keputusan yang sama. Semua bereaksi, terkejut dan kebanyakan menyayangkan pilihan tersebut.

Dalam benak saya, sempat terpikir, apakah tren ini adalah sesuatu yang harus melibatkan kecurigaan, misal, jangan-jangan ada pengajian rahasia yang hendak merebut musisi-musisi indie, lalu apakah pasti ada misi rahasia yang berencana mengalimkan penikmat musik indie sebagai tujuan akhir?
Ataukah ini murni penjelajahan spiritual masing-masing yang memang begitulah adanya? Sebuah pencerahan atau hidayah? Wallahualam.

Meski begitu saya berusaha untuk menghormati pilihan mereka, meski dalam beberapa hal, kerap saya temukan bahwa cara pandang mereka dalam melihat sebuah perbedaan yang cenderung berbeda, dan intoleran. Tapi lagi-lagi Aku Mah Apa Atuh... ibadah masih bolong-bolong, meski kerja di penerbit yang menerbitkan buku-buku yang alim.

Saya tak mau membahas soal benar atau tidaknya apa yang mereka lakoni dan yakini, toh siapalah kita, yang berhak menilai benar atau tidak, haram atau tidak, kafir atau tidak. Berjubah, bercelana panjang tanggung diatas mata kaki, berjenggot, rambut mohawk, gahar, metal, britpop, suka pakai baju Fred Perry atau bersepatu Doc Mart, ngeband, sosialita atau apapun itu, cuma kemasan aja, karena yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang seutuhnya dan sebagai pribadi yang baik.

Nah, kata Baik ini yang harusnya menjadi kata kunci dari semua tindakan. Mau kita sekeren apapun, sekaffah apapun, sekristiani apapun, dan sebagainya, tetapi kalau kita tak bisa memahami agama kita sebagai agama cinta dan kasih sayang, percuma. Begitu juga kalau kita nyinyir sama setiap perbedaan, bahkan terhadap kepada mereka yang ingin lebih dekat dengan Sang Khalik, apa bedanya kita dengan orang-orang yang merasa paling benar?!

Minggu lalu saya menonton PK yang diperankan Amir Khan, film yang diproduseri oleh orang yang sama bikin film Three Idiots. Akan susah memahami pesan film ini jika kita keburu antipati dengan soal ciuman hot di awal film atau sindiran terhadap lima agama besar di dunia ini. Dan setelah menonton film ini, yah, akhirnya sadar pesan Imam Besar The Panasdalam, Pidi Baiq, yaitu Ya Tuhan mudahkan pikiran kami agar selalu melangit dan hati selalu membumi.

Teman-teman yang memilih pensiun dari bermusik sebenarnya sedang menjalani rute mereka masing-masing dalam melangitkan pikiran mereka. Dan saya pikir pintu kebaikan ada begitu banyaknya, termasuk hikmah-hikmah yang terserak di muka bumi ini bisa dipetik bahkan dari orang terburuk sekalipun. Alam semesta begitu maha luasnya sampai-sampai setiap saya melihat instagram NASA dengan foto-foto jagad raya... apa artinya kita yah.. yang lagi asyik dengan kesenangan kita tapi lupa diri di sebongkah batu melayang di sebuah galaksi.

Ustad saya di kantor bilang, Pet, Islam itu mudah banget. Asal lo jangan lupa diri aja. Saya yakin teman-teman itu punya perjalanan hidup yang memang mengarahkan dirinya ke pintu kebaikan yang mereka yakini. Terlepas dari cara pandang mereka melihat dunia yah, akan tak ada habisnya untuk diperdebatkan. Saya berpikir, apa lah artinya kita justru terjebak dalam menghakimi mereka untuk memilih pilihan mereka. Bukannya malah membuat pikiran kita menjadi tak jernih lagi?

Saya mah ca'ur, tapi semoga masih dimudahkan melakukan kebaikan dengan sesama dan tak lupa diri. Masih bisa beribadah. Dan bisa menyukuri atas nikmat-Nya untuk berkreasi, dan mencintai yang terhampar di muka bumi tanpa rasa benci terhadap apapun yang berbeda.

Ah.. alam semesta ini tak ada habisnya untuk diselami. Jangan sampai pikiran kita terbebani oleh hal-hal yang tak semestinya. Jangan lupa ada orang miskin dan anak yatim di sekitar. Dan berhenti berpikir buruk, karena tak ada artinya. Duh, gue ngomong apa sih... ----


Monday, September 22, 2014

Vague - Footsteps


Jejak Kaki Gahar dan "Manis" dari Vague


Perkenalan pertama saya dengan Vague yaitu sekitar tahun 2012-an. Saat itu sedang ada acara rilis dari sebuah zine lokal dan mereka menjadi salah satu penampil dari acara tersebut. Membawakan beberapa materi EP awal mereka saya sangat terkesan. Agresifitas punk sangat terasa tapi masih menyisakan ruang untuk detail dan tekstur lagu. Bukan sekedar band punk yang asal-asalan memainkan 3 kunci saja.


Berlanjut 2 tahun kemudian album Footsteps ini muncul dan dirilis oleh Sonic Funeral Records, Saya merasakan kemajuan sisi musikalitas mereka. Masih terasa agresif tapi dengan musik sangat jauh berkembang. Lumayan cukup sering melihat mereka wara-wiri di beberapa acara musik independen di sekitaran Jakarta. Dan beberapa materi dari album ini juga sering dibawakan secara live. Tapi apa yang ada pada album ini jauh melampaui ekspektasi saya.


Bunyi gitar fuzz yang membentuk wall of sound, drum dengan tempo kencang yang bergemuruh terasa sedikit megah, dan bass yang menjadi jangkar dari kedua instrumen tersebut. Sedikit sulit untuk melakukan klasifikasi album ini. Terasa sangat punk tapi lebih progresif. Ada nuansa gitar shoegazing disini, eksperimen a la indie rock terasa juga sedikit sinkopasi post punk dengan lirik-lirik yang introspektif dan terselip sedikit kritik. Saya melewati proses membandingkan band ini dengan band-band lain yang sudah ada karena akan terasa dangkal dan kurang defenitif.


Dibuka dengan Footsteps yang langsung menghajar gendang telinga tanpa ampun. Walaupun pada pertengahan lagu ada semacam “jeda” yang akhirnya berkamuflase menjadi gulungan fuzz gitar tanpa henti. 6 menit yang nendang. Setelah itu ada Inadequate yang dipilih menjadi single pertama dari album ini dan sudah diperdengarkan ke publik via laman soundcloud mereka. Dengan tempo yang dibuat naik turun, lalu ada beberapa belokan tempo pada pertengahan lagu dan dilanjutkan dengan beberapa momen slow headbang sampai lagu berakhir.




Dilanjutkan dengan Retreat yang dibuka dengan permainan gitar yang memenuhi ruangan pendengaran plus beberapa momen sing a long pada beberapa bagian. A Giant Blur melanjutkan pesta dari album ini. Lalu di Interlude mereka bermain seperti seolah-olah saat ini adalah era 90’an awal. Ya mereka bermain dengan layering gitar delay dan reverb. Disambung dengan Unquestined Answer yang menjadi lagu favorit saya pada album ini, ada beberapa momen stop and go yang sangat ciamik pada lagu ini. Dissonance yang sedikit berbau post punk. Ditutup dengan Fade yang cocok untuk pesta stage diving pada venue kecil.


Apa yang Vague suguhkan di album ini adalah semacam penyegaran dari band scene lokal, dimana mereka bermain sangat gahar tetapi juga sangat “manis”. Sebuah jejak kaki dari band yang mungkin akan menjadi besar dikemudian hari. Kita tidak akan pernah tahu. Tapi buat apa pusing lebih baik nikmati saja album ini. [Andri Rahadi]


Tuesday, June 24, 2014

Rabu - Renjana

Sebuah besek, harum kemenyan, dan cd bertitel Renjana. Sebuah rilisan perdana band Yogyakarta bernama Rabu memadukan kekhidmatan Nick Cave dan mistikus Njawani . 

Ketika saya mampir di Solo untuk urusan dinas kerja, salah satu teman di kota tersebut mengabarkan kalau ada acara musik dimana Rabu akan bermain. Jujur saya belum mendengar satupun lagu band yang terdiri dari dua orang ini,Wednes Mandra dan Judha Herdanta. 

Ketika pertama menyaksikan mereka live, saya cukup kaget dengan musik mereka. Meski pertama kali mendengar live dimana ada nuansa yang sulit saya tangkap (mungkin masalah sounds), tetapi untuk pertama kalinya saya mendapati ada band dengan  musik khas Nick Cave. Bukan berarti saya bilang mereka plek a Nick Cave-thing, tapi vokal seberat itu rasanya jarang.

Rabu - Renjana
Lagu-lagunya bagus, meski dengan formasi dua gitar saja, tentu kalau saya bedah kanan kiri, like and dislike, duh, kayaknya bakal banyak maunya saya saja :)) Renjana menurut saya memberikan satu suguhan yang berbeda, dan mereka merilisnya dengan besek, kemenyan, bebungaan, dan ada pasir-pasir gula. Saya tak tahu apa alasannya, namun saya pikir ini adalah bentuk dari Njawani-nya Rabu, mistis dan kejawen.

Malah saya berpikir vokalis Rabu menghadirkan vokalnya orang Jawa, seperti yang Emha Ainun Nadjib atau Sawung Jabo. Teatrikal dan mistis. Musik mereka laiknya gelapnya Nick Cave, namun Njawani. Rabu menghadirkan lantunan dan lirik yang bukan sekadar bergelap-gelap ria.

Hanya satu keresahan saya, performa live mereka mungkin perlu dijaga khususnya dari segi sounds. Tapi mereka patut diberi apresiasi atas musik yang berbeda. 

Tuesday, May 20, 2014

Morrissey - Istanbul (New Single)

Morrissey merilis sebuah single untuk album terbarunya berjudul Istanbul. Memesona dan cantik seperti gadis Turki yang termangu di pinggiran selat Bosphorus.



Sang biduan kembali lagi tampil dengan sebuah single terbaru berjudul Istanbul, setelah album terakhir yang mengecewakan - Years of Refusal. Single ini menurut saya sangat cantik, elegan, dan indah, petikan sitar (kalau tidak salah, atau mungkin alat petik Turki), dan bikin lagu ini begitu membuat saya jatuh cinta lagi dengan pria tua ini.

Liriknya pun, ah, Morrissey, dia selalu puitis dan menyentuh. Setelah di album sebelumnya Paris menjadi tumpahan hatinya, kini Istanbul merasuki benaknya. Kota indah di antara dua benua, kota dua peradaban, dan di tangan Morrissey menjadi sebuah lagu bagus.

Single ini menjadi pembuka album terbarunya, World Peace is None of Your Business. Rasanya album ini bakal menjadi sesuatu yang menarik.  Saya jatuh cinta sama lagu ini. In Istanbul.. give me back my brown eyed sun..



Lagu Istanbul bisa didengar di link youtube ini -> http://www.youtube.com/watch?v=rcGGojgYZQw


Monday, May 19, 2014

Saturday, May 17, 2014

A Typical Moment You Would be Happy to Put on Repeat (VA)


Bah! Records adalah label kecil. Mirip Heyho Records, mereka merilis band-band indies yang mustahil diliput Majalah Hai atau Gadis. Karena tidak ada apa-apanya.

Dan ketika saya mampir ke Kineruku, pas bayar nasi ijo beranjak pulang, tetiba mata tergelitik melihat bungkusan plastik lusuh dan sepertinya tak laku berisi kaset dan zine yang mencurigakan. O la la! Kompilasi Bah!

Senangnya. Kompilasi label ini bagus untuk yang mau berkenalan dengan band-band indies yang obscured. Ada Starwick, Young After, Winterspread, Examine Your Zipper, the silent Love sampai Kapsul.
Saya suka rilisannya. Zinenya juga suka. Rasanya sah menjadi indies seperti semangat yang diusung zine Sobat Indi3.

Kompilasi ini masih tersisa satu di Kineruku. Nggak usah beli yah. Karena numbered dan limited. Nanti jadi indies. Dan itu masalah. Karena teman saya bilang sendiri kalau Indies Ruined My Life.

Tuesday, March 4, 2014

Sharesprings - Maydear (new single)

Trapped a split with the Wellington (just another great band from Heyho Recs)

I fell in love with this single, Maydear. The best single from this band. Insanely beautiful. Charmingly heart-crushing. That's all. 

Just listen this.. Maydear

Tuesday, February 4, 2014

#ThursdayNoiseVol3

Sudah jilid ketiga, acara musik yang dibuat oleh para personil band Morfem ini tetap bersemangat menghantarkan band-band 'aneh' yang mulai bermunculan. Kesegaran tanpa putus. 


Satu hal penting jika anda menonton Thursday Noise dari Jilid 1, 2, dan besok, 3, kita akan menyaksikkan band-band yang obscured dan hanya bergentayangan di belantara maya.

Ketika acara musik indie tak bertenaga dan panitia kerepotan mencari lokasi, band Morfem dengan jaringan perkenalannya dengan Borneo membuat sebuah acara yang tepat untuk band-band 'aneh' untuk unjuk gigi.

Maka ketika sudah jilid ketiga, akan sangat penting buat kamu-kamu sekalian untuk hadir di acara ini. Kenapa, karena menurut saya, hanya Thursday Noise yang membuka diri untuk band-band 'aneh' ini.

Dan jangan meremehkan band-band 'aneh' ini karena Morfem punya selera yang baik untuk mengurasi band-band yang tepat ditampilkan. Perlahan acara ini bisa saja membuat skena-nya sendiri.

Tapi buat apa itu dipusingkan, datang, nonton, dan dengarkan sendiri. Menurut saya mereka don't give a fuck kalau ada yang mo datang atau tidak. Kalau benci, tak usah datang lagi. Kalau saya selalu datang.

Thursday, January 16, 2014

Guttersnipe x Intenna (SPLIT)

Rilisan split kaset yang terbilang ajib. Berisi empat lagu dari dua band yang tinggal di Malang, Jawa Timur. Riak-riang kecil di kota Malang siap menjadi tsunami yang bising dan menawan.



Jarang banget saya kepincut pada satu suguhan musik keren, lalu langsung menulis di blog ini. Seperti orang yang gak sabaran harus menjadi penulis review pertamanya. Terakhir, rekaman Somnyfera itu.

Tapi untuk yang satu ini cukup aneh juga. Gegara ada yang posting link di blog Indonesianshoegazer.blogspot.com, kaset split dengan link streaming lagunya. Keren banget, sampai saya langsung DM yg punya link, pesen satu. Terus mesen kaos salah satunya band juga di Twitter. Split kasetnya juga dari kota Malang, kota kelahiran saya!

Jadi, sementara kasetnya juga belum ada, saya bikin deh reviewnya sembari mendengarkan streaming dari label For The Records yang merilis kaset split ini. Bandnya, Guttersnipe dengan lagu Ilustrasi dan Unsaved; lalu Intenna dengan Thirst dan Flowery. Hasilnya, kaset yang keren banget, dimana Guttersnipe mewakili noise pop/bliss/space rock dan Intenna menghantarkan dreampop shoegazing yang serupa gubahan Guthrie dan Halstead.

Kota Malang ternyata menyimpan dua band yang patut dicermati. Entah sudah berapa tahun saya tak pernah lagi ke sana, cuma sekali sejak lahir, itupun pas kuliah. Kota Apel ini dihuni oleh sekelompok anak-anak muda yang punya selera musik yang selaras kerennya dengan band-band mereka.

Intenna
Mereka mungkin akan sulit ditonton oleh dua kota besar kayak Bandung dan Jakarta, karena Jarak. Meski Bladhaus Tour tahun lalu harus mengikut sertakan dua band ini di tour tahun 2014 ini. Itu kalau akan dilakukan lagi.

Jadi, bersegeralah memesan kaset ini. Mereka layak diapresiasi atas musik apik dari kota di timur pulau Jawa ini yang terkadang terlalu Jakarta/Bandung-sentris ini. Rilisan kaset pembuka tahun 2014 yang bagus. Well done!



Link Bandcamp Guttersnipe x Intenna

Saturday, January 4, 2014

Teenage Death Star - Early Years 88-91

Band ugal-ugalan yang melegenda dari ibukota yang lebih jahat dari ibu tiri hingga kota kembang geulis pematah hati, merilis sebuah kaset. Kasetnya sudah dirilis, dan masih penuh godaan buruk jauh dari norma susila.. 

edit. - "kok gak bisa diputer yah di blog hahahaha :))"
Semua orang tahu kisah band ini di era awal 2000-an ketika di atas panggung, saat era BBs Cafe dan lainnya, bagaimana para personilnya memberikan pengayaan kepada audiens bagaimana bersikap di atas panggung. Termasuk ketika proses merekam album pertama Longway to Heaven, sungguh kabar rumor mistis, eksotis, dan adiktif di dalam studio musik bergentayangan dari mulut ke mulut para scenester dan hipster yang penuh gaya dan aksi.

Jadi ketika saya dapat selentingan TDS merilis satu kaset, dan mendapat penampakan cover pertamanya, dimana sepasang kekasih memadu kasih di tengan alam savanna dengan posisi hewani, maka penantian yang sebenarnya tidak dinantikan juga itu hadir. Kabarnya akan dirilis dengan kemasan kaset berbeda dengan bantuan Lian di Jalan Surabaya.

Dan akhirnya kasetnya pun ada di tangan saya. Meski cover aslinya gagal lolos sensor dari Departemen Penerangan era Harmoko, dan ketika saya minta versi aslinya, gitaris TDS minta uang ganti sebesar 30 juta rupiah. Sungguh amoral!

Apapun itu, album ini bertitel Early Years 88-91, yang artinya sejak mereka masih SMP, para TDS sudah merekam materi yang berlimpah dan destruktif. Lihat saja judul-judul lagunya yang.... sangat-sangat filosofis dan eksistensial. Entah berapa nilai rapor mereka di mata pelajaran Agama dan PMP, sekarang dikenal PPKN, kalau pas kuliah Kewiraan. Gitaris TDS bilang ke saya kalau rekaman ini adalah sekumpulan anak muda yang sedang merekam sebuah lagu-lagu di halaman belakang di era 80an. Mereka adalah sekumpulan anak muda kaya akan referensi dan narkoba.

Maka jika kamu dengar kaset ini, memang betul adanya. Satu kata, TDS mulai main-main dengan psikedelika. Mulai meresapi alam benak Anton Newcombe ketika membuat lagu. Mulai menyelami nihilistik Sonic Boom. Tetap ugal-ugalan seperti yang diajarkan Iggy Pop dan Ron Asheton. Dan di setiap lagu, diselipkan lagu tua daerah dan potongan cuplikan dialog film tua yang satir dan ironi tentang dekadensi moral remaja.

Masalahnya apakah kamu mau percaya isi dari kaset ini, baik yang tertulis ataupun yang terekam. Itu resiko masing-masing pembelinya. Saya hampir pasti sangat penasaran bagaimana TDS bisa membawakan lagu-lagu ini di atas panggung. Khususnya lagu dengan lirik tentang pentingnya kamus bahasa inggris-indonesia, adalah penantian saya.

Awalnya saya mau review album ini blak-blakan dari sisi apapun, dengan menggunakan berbagai macam pisau bedah analisis yang saya punyai, tetapi saya malas. Karena ada suara maung di akhir rekaman kaset ini. Album ini dari tahun 88-91. Percayai saja. Jangan beli. Pinjam saja.

Wednesday, January 1, 2014

Somnyfera – Paralyensomnyvm!!XX

Wastedrockers merilis album perdana dari band aneh tapi keren dari Kota Kembang. Bertitel ‘Paralyensomnyvm!!XX’ , weird as fuck, but in a coolest way. 


Paralyensomnyvm!!XX dan Toylet Alyens
Somnyfera betul-betul bikin saya terpana sejak CD EP Somnyfera bertitel Toylets Alyens yang pernah diberikan Dede ketika menghelatkan sebuah acara di kafe Jalan Jaksa dimana Somnyfera dan band saya bermain. Selang dua tahun kemudian, album perdana mereka hadir danbikin saya kagum, ada band seperti ini di kota Bandung. Damn!

Total ada sebelas lagu terangkum di album ini. Dibuka dengan hempasan noise feedback distorsi kotor dekil judulnya Dzat Gelap. Itu saja sudah aneh, ditambah ilustrasi perempuan alien di album, lalu penamaan personil yang khas dan tampak datang dari konstelasi galaksi berbeda, seperti Dykagalaktyka (vokal, gitar), Rezabymasakty (drum), Volchandromeda (bas) dan Sayturnus (gitar).

Liar dan tak terduga. Lagu kedua, openingnya saja seperti lagu Metallica (lupa judulnya hahaha) namun musiknya begitu space rock dan alternative. Lick-lick gitar di album ini bener-bener aneh dan keren. Entah mungkin istilahnya kayak math-rock? Ah, just give a fuck with  the term hahaha  Mereka main bebas banget. Lagu favorit saya, ‘Benci Rasa Stroberi’; - dudes, that’s my fave fruit, cmon!:))

Dua lagu lainnya, di bagian akhir album ini, ada lagu 'Antaryxavaty', sebuah track reverse dari sebuah lagu, seperti yang dilakukan The Stone Roses di lagu ‘Elephant Stone’. Lalu ‘Petani Luar Angkasa’ yg merekam derik pistol mainan dengan suara besi yang dimainkan terus menerus, tentu kalian paham maksud saya pistolnya seperti apa. Trippy as fuck!



Somnyfera di album ini saya seperti menemukan rupa band-band macam Smashing Pumpkins, Metallica, The Pixies, Nirvana, My Vitriol, dan sebagainya. Cuma musik Somnyfera seperti medan keributan masal dari band-band tersebut. Mungkin akan lebih baik anda beli album yang hanya dirilis terbatas dan numbered.

Sungguh aneh Bandung punya band seperti ini. Dan anehnya lagi Somnyfera justru bak berada dibawah radar, tak terendus, namun laten keberadaannya. Tapi itu keajaiban Somnyfera, seperti betapa ajaibnya si basis ketika saya pertama kali nonton mereka, memakai bas warna pink berbentuk wajah Hello Kitty.. Cool as Fuck!!

Whistler Post – S/T

Akhirnya band asal Jakarta ini merilis sesuatu sejak kejayaan era Myspace. Album perdana band seminal shoegaze yang menyenangkan dan alt-ish.

Whistler Post - S/T
Inilah review dari band yang telah saya tunda begitu lama diakibatkan beberapa hal. Pertama, tiba-tiba tape boombox CD saya gagal membaca CD album ini, dan hanya di track 7 dan terakhir. Kedua, saya lagi pusing sama rilisan label Anoa Records dan juga kerjaan kantoran. Dan tiba-tiba malam ini, sepuluh menit sebelum saya mengetik paragraf pertama, boombox yang aneh ini (karena hanya gagal baca CD Whistler Post, sementara CD-CD lainnya aman) mau membaca seluruh track lagu dari album mereka! Padahal saya iseng saja nyobain kali saja berhasil. “..life.”

Album perdana Whistler Post, bagi saya adalah penantian begitu lama. Masih teringat jaman era Myspace, dan menemukan laman page band ini. Langsung saya jatuh hati karena musik mereka mengingatkan kepada band-band era 90an, seperti Drop Nineteens, Ivy, Velocity Girl dan tentu saja Lush. Masih ingat dulu pernah pengen ajak band ini ikut acara Tribute to 90s Shoegaze bawain Lush, namun malah ragu-ragu gitu mereka diajakin hahaha :P

Tapi sudahlah, akhirnya hadir juga album Whistler Post yang menurut saya, sangat apik dan menyenangkan! Pasutri yang aktif di skena lokal, Andi Hans (Seaside, Pandai Besi, Cmon Lennon, etc) dan Tania (Clover), mereka menjadi songwriters dari album ini, chemistry mereka sudah terlihat sekali, bahkan saat masih fase ‘berpacaran’. Suara tipis dan khas Tania, dan kepiawaian Hans meracik tekstur musik di setiap lagu, sudah jadi jaminan mutu.

Lagu pembuka, Better Days langsung menyapa dengan kesan yang hangat. Denting piano pun menyelimuti lagu teduh seperti Like A Star. Lagu Till The End, begitu memikat dengan beat dan petikan gitar Hans yang simple dan enak di telinga. Saya berpikir album ini jika saya sempat bilang album Seaside ‘Undone’ bisa disejajarkan dengan Themilo ‘Let Me Begin’, album Whistler Post mungkin bisa disandingkan dengan album Cherry Bombshell ‘Waktu Hijau Dulu’. Itu pendapat saya.

Whistler Post
Keseluruhan album yang dirilis DFA Records ini adalah album yang memikat dan bersyukur saya sudah membelinya dua kali. Sungguh jarang lagi bisa menemukan band-band dengan sounds dan musik seperti Whistler Post ditengah selera skena lokal yang lagi asyik masyuk dengan delay dan ambient melangit meruang. Album ini segar!

Sunday, December 15, 2013

Seaside - Undone

Seaside yang hampir terkubur oleh waktu, merilis sebuah album dreampop shoegazing yang begitu intim dan manis. Memikat dan sensual.

Ketika lirik berkelindan dengan tekstur musik, sebuah lagu bisa memberikan impresi yang personal bagi pendengarnya. Hal ini tentu bukan soal mudah dan butuh pertalian kimiawi antara si pembuat lirik dan musiknya. Seperti Morrissey dan Marr, Squire dan Brown, atau Guthrie dan Fraser.

Ketika mendengar materi album Seaside, bertitel Undone, saya melihat betapa urusan meramu musik dan lirik terangkai indah oleh band ini. Kepiawaian Andi Hans dalam meracik kontur musik Seaside dan Stacy dengan lirik puitis berbahasa Inggris yang intimate and passionate. Dengar saja lagu-lagu seperti Blue Star dimana Stacy seperti bermonolog lalu berdialog dengan intim bersama Hans bersama tekstur musik lagu yang temaram.

Seaside - Undone

Jujur, saya betul-betul jatuh hati dengan band ini. Dan akan banyak puja-puji yang akan terlontar dan mungkin akan membuat orang senewen dan jengah. Sebelas materi album Undone begitu tight dan tertata dengan rapi. Hans dengan pengalaman sederetan resume terlibat banyak band, membuktikan betapa bagusnya gitaris satu anak ini. Racikan layer per layer, isian dan lick-lick dari gitarnya tampak sempurna.

Sebut saja single utama Seaside, Giggle and Blush yang manis dengan lirik yang oleh si sutradara videoklip lagu ini dianggap menyimpan kesan sensual.  Lagu Undone, adalah materi dimana saya bisa menemukan kesan kentara dari band-band dari gitaris seperti Robin Guthrie, Neil Halstead, dan Kevin Shields. Plus vokal tipis dan lirik Stacy dari setiap lagu, bagi saya, seorang pelirik lagu yang baik.

Seaside: Cassandra, Stacy, Adi, Hans, Aan

Peran para personilnya tentu tak bisa dilupakan, seperti Cassandra (gitar), Adi (bas) dan Aan (drum). Untuk sebuah band yang hampir bubar dan akhirnya bisa hidup lagi gegara Hans dan Stacy tak sengaja bertemu di sebuah mall dan sama-sama mengingatkan bahwa mereka punya urusan yang belum selesai dengan band yang dahulu dikenal dengan nama Carnaby atau Fawnes.

Sampai lagu terakhir, saya tak menemukan ada materi lagu yang lemah. Penataan urutan lagu-lagu sesuai mood terjaga dengan baik, plus ada beberapa lagu yang menyambung dengan lagu lainnya, menarik sekali. Album ini bagi saya adalah album dreampop shoegazing yang penting dan patut didengarkan.

I have to say, album Undone seperti halnya album Let Me Begin-nya Themilo. Dan band ini (mungkin akan banyak yang tak setuju, tapi ini pendapat saya), adalah proyek band terbaik yang pernah dilakoni Andi Hans. Too many words for an album like Undone, good heaven, those intimates and sweetness in all songs. I adore them!

--------------------------
The album can be bought online via www.gogs-store.com and www.anoarecs.com
IDR50.000,-

Monday, November 4, 2013

Bank Sober #2


Satu lagi acara menarik dan layak untuk disaksikan. Jujur saya belum mengenal band-band diatas selain Damascus, Barefood, dan Humsikk. Mungkin akan menjadi saat yang tepat untuk berkenalan dengan musik-musik yang disajikan. Kabarnya band dari Singapura ini berangkat dari genre post rock. Bagus lah, secara ketiga band saya sebutkan tadi bisa menyuguhkan keriuhan plus vokal yang bikin acara ini lebih semarak dan tidak monoton. By the way, Gratis!


Friday, October 18, 2013

Primitif Gig #2

Dihadirkan PrimitifZine, acara yang patut dicermati karena menampilkan band-band seperti The Kuda, Scaller, Vlaar, Cathuspatha, hingga Damascus. Band terakhir ini adalah band saya yang sudah kelamaan nggak pernah manggung, sampai akhirnya ada yang mengundang kami. Curhat saya jadinya.. :)) Acara ini bisa menjadi momen relaksasi di akhir pekan yang mujarab sebelum hari Senin. 

-------------------------------------

Thursday Noise!


Thursday Noise. Disiasati oleh komplotan Morfem dan rekan sejawat, menghadirkan band-band keren seperti Morfem, Vague, Skandal dan Mellonyellow, dan akan berlangsung di Borneo, Jeruk Purut, 31 Oktober 2013. Sungguh acara yang patut disimak dan pastikan selera musik anda belumlah aus dan banal akibat kebanyakan menonton Yuk Keep Smile.

---------------------------

Wednesday, October 9, 2013

Barefood - Sullen (EP)

Rilisan perdana label Anoa Records tak lain Sullen, sebuah EP dari unit indie rock Ibukota, Barefood. Kehadiran menarik akan keriuhan revival alt 90's di skena lokal.

Barefood - Sullen (EP)

Kadang saya berpikir akankah gempita era 90an bisa terulang lagi. Keriuhan gerombolan band-band anak muda di Inggris dan AS yang begitu mengguncang secara budaya dan sosial. Ketika musik tampak begitu menarik, apa adanya, dan spontan; termasuk ketika MTV menjadi corong alternative dengan program MTV120 Minutes atau Alternative Nations.

Ya ya, saya lagi-lagi berceloteh nostalgia yang tak ada habisnya. Masa lalu itu nggak akan terjadi lagi. Titik.

Setidaknya fragmen masa lalu masih hadir, dan kini bisa terlihat dari EP Barefood bertitel Sullen.  Dirilis oleh label kecil Anoa Records, Barefood mewakili revival di era 90an yang juga muncul di band-band luar macam Yuck atau Tripwires. Didirikan DItto (gitar) dan Mamat (basis), musiknya riuh berisik fuzz dengan nada alt pop.

EP Sullen bermaterikan lima lagu yang menurut saya mengesankan. Materinya terasa tight dan catchy. Simak lagu Perfect Colour yang menjadi single utama mereka, atau lagu berjudul Sullen yang saya rasa menjadi trek paling favorit.

Barefood tampil di skena indie lokal Jakarta dengan musik yang bisa dibilang cukup berbeda dari band lainnya.  Laiknya band alternatif 90an dengan lirik yang lugas apa adanya, tanpa bermetafora, mengingatkan band-band lawas representasi generasi ‘X’ di era 90an, seperti Teenage Fanclub, The Posies, Lemonheads, ataupun Dinosaur Jr.

Skena lokal kita pernah memiliki band, yaitu Netral, ketika masih begitu kerennya di ketiga album pertama mereka sebelum akhirnya beralih ke punk pop. Rasanya kita lagi mengalami kekosongan akan band-band slacker indie rock alternatif semacam itu. EP Sullen ini bukan berarti bisa sekelas Netral, namun bagi saya pribadi rilisan ini bisa menjadi pengisi yang menyenangkan. 

Ditto, Bowo (adisional), dan Mamat

Barefood bermain musik untuk bersenang-senang, tanpa tendensi menjiplak segala hal soal 90s di album ini. Bagi saya, mereka tahu musik apa yang mereka mainkan. Dan Barefood bisa menjadi letupan menarik di skena lokal kita. Yuk, dinikmati saja.

----------------------
CD Sullen sudah tersedia di Monka, Coffewar, dan Kineruku (bdg)
atau pemesanan online di www.anoarecs.com - IDR35.000

Teaser lagu Perfect Colour, bisa didengarkan via www.anoarecs.com


Saturday, August 17, 2013

Apa Kabarnya Blog Ini, Postingannya, dan Orang-Orangnya? Hello?


Okay, sebelum berbagi cerita dan kisah, saya pikir akan lebih keren jika ada gambar penghias postingan ini. Ketemulah, foto tua seorang pria memutar plat hitam ukuran tujuh inci di kamar tidurnya. Apakah gambar ini turut merepresentasikan situasi dan kondisi sang penulis sehari-hari? Please...

Ah ya, entah kenapa saya tiba-tiba ingin nulis tentang kabar blog ini, setelah tak lagi serajin dulu menuliskan artikel atau memosting review dari cd koleksi yang kemudian disisipi link unduh berkualitas 128kb kepada teman-teman semua. Lama juga saya pikir.

Kesibukan kerja kantoran dan juga ada blog Indonesiashoegazer.blogspot.com yang diurus bersamaan bisa jadi alasan. Lalu laptop yang biasa dipakai untuk rip mp3 sedang dalam keadaan koma akibat kebodohan saya menyenggol segelas air putih sehingga membasahi kibor laptop. Just great...

Padahal masih banyak cd-cd koleksi yang rasanya patut sekali dishare, band-band yang obscured tapi punya kelas dan bagus. Hanya saja, sejak saya ditinggal sendirian oleh dua teman yang biasa mengisi blog ini, si The Drowners dan si Clockenders, cukup bikin pusing dan malas juga. Sempat ada postingan dari penulis tamu, Aat Easybeats75, setelah itu tak ada lagi. Ada yang sudah diajak dan mau, eh, hanya janji belaka. 

Kini, saya mulai disibukkan ngurusin sebuah label kecil bernama Anoa Records, keroyokan bareng dua teman, Andri Rahadi dan Ritchie Ned Hansel. Bulan September, diharapkan bisa merilis album perdana Seaside dan EP dari Barefood. Jika ingin dengar teaser dari musik mereka, bisa melalui via situs soundcloud.com/anoarecords.


Jadi apa yang akan terjadi kedepan? Yang pasti artikel-artikel tentang musik lokal dan luar akan tetap hadir, dan postingan review album dari koleksi plus link mp3nya tampaknya harus menunggu laptop bisa sembuh kembali. Silahkan jika ada yang mau sumbang tulisan dan link mp3 dari koleksi pribadi. Terbuka meski saya tak bisa memberikan honor, hanya ucapan terimakasih dan peluk hangat.

Sungguh hasrat ini belum mati. Demikian. :)


Wednesday, June 5, 2013

Sex Sux - Sing Along with Bananas!

Pasutri dari wilayah Bogor, Jawa Barat. Berdua saja dengan satu mesin loop drum, bernada indie-punk dari hantu slacker indie pop minimalis di garasi dan basement Amrik pada akhir tahun 1980-an.


Sex Sux - Sing Along with Bananas!
I'm so fuckin love with this band. Pertama melihat band ini sekitar dua tahun lalu saat seorang teman membuat acara dan mengundang band ini ke Jakarta, lupa saya, antara Wastedrockers atau Heyho Records, mungkin dua-duanya! Whatever, intinya sejak pandangan pertama Sex Sux, saya meyakini band ini brilian, dan seharusnya mendapat atensi yang layak. Kenapa? Cool as Fuck, that's why!

Dan ketika ada isu bahwa Heyho Records bakal merilis album perdama Sex Sux, bertitel Sing Along with Bananas, tak ada kabar sekeren ini di skena indie. Itu pendapat saya. Band yang dihuni pasutri dari kota hujan, Deni dan Melly, meramu sepuluh lagu yang sebagian sudah ada di dua EP Sex Sux sebelumnya. Musiknya memiliki benang merah dengan band-band klasik indie pop/twee, minimalis, raw dan lo-fi, semacam band K Records.

Dua EP Sex Sux.
Beberapa lagu favorit, well, semuanya sih, tapi saya menyukai I Got Bones (in the Kitchen), Ooh Sha Laa, Ceiling, dan, khususnya Coffee and Cigarette, so perfect. Album ini pun direkam secara minimalis di studio rumah mereka. Kesan lo-fi terasa sekali, dan justru itu membuat album ini lebih tertangkap emosinya, mungkin terasa spontanitasnya.

Sex Sux sebenarnya menghadirkan kesegaran baru di skena lokal yang mulai kurang variatif. Sayangnya, kondisi kesehatan Deni tidak memungkinkan untuk hadir di atas panggung. Penyakit serius terpaksa membuatnya harus berada di rumah. Beruntung label Heyho Records yang diurus DJ Deebank dan Mamed tetap merilis album mereka, meski promo album ini tak optimal.

Sex Sux

Album Sing Along with Bananas layak untuk dibeli dan didengarkan. Kita bicara soal sebuah band yang memiliki keunikan, baik dari musik, lirik, dan aksi live mereka. Kesederhanaan yang keren, the coolest of simplicity. Saya berharap Deni cepat sembuh dan bisa mencubit penikmat indie untuk segera buka telinga dan dengar band satu ini. Dan meski terlalu dini, saya langsung mendaulat album ini sebagai album terkeren di tahun 2013. Kenapa? Cool as Fuck!

*album ini bisa dipesan via Heyho Records di facebook dan toko musik indie.

Monday, June 3, 2013

Ayushita - Morning Sugar

Semanis pagi hari, begitulah album terbaru dari Ayushita, sang bintang layar kaca. Suguhan musik berkelas yang tak pernah terlintas dilantunkan oleh salah satu personil supergrup BBB. 

Morning Sugar
Suatu hari, seorang teman menyuruh saya untuk membeli sebuah cd bertitel Morning Sugar. Katanya, saya tak akan kecewa meski penyanyinya adalah Ayushita, personil dari supergrup BBB, a.k.a Bukan Bintang Biasa. Jaminannya, Ricky Virgana (White Shoes and the Couple Company) dan Mondo (Sore) menjadi produser dari keseluruhan materi lagu di album tersebut.

Dan, betul sekali, album yang menurut saya begitu apik, cantik, dan berkelas, namun tidak 'maksain'. Ricky dan Mondo, berhasil menyulap sosok Ayushita yang dikenal sebagai sosok artis sinetron yang menyanyikan tembang pop 'pasaran' menjadi Ayushita yang jauh berbeda. Suara vokal Ayushita yang sedikit tipis namun nyaman, menghiasi setiap lagu album ini yang khas olah musik dari band-band yang dihuni Ricky dan Mondo.



Tak heran, kalau melihat dari list musisi yang membantu album ini, melibatkan tim dari band Ricky, dan juga ada Anda. Tapi album ini tidak mengecewakan. Beberapa lagu seperti Fufu Fafa, Morning Sugar, ataupun Tonight is Mine, begitu manis dan hangat di telinga. Trek favorit, sebuah lagu lawas Melly Goeslaw berjudul 'Salah'. Di tangan Ricky dan Mondo, lagu ini menjadi begitu sempurna. Jujur, ini pilihan lagu yang sangat tepat, pas dengan konsep album, dan juga menurut saya, hanya lagu itu yang paling saya sukai dari Melly Goeslaw.

Album ini boleh disebut sebagai make over yang cantik. Album ini jelas tak akan sesukses kalau Ayushita tampil di BBB. Tak akan menjaring ringtone, atau pun wara-wiri di setiap tangga lagu di layar kaca. Mungkin juga acara live show model Dahsyat pun, dan sejenisnya tak akan tertarik. Saya tak bisa membayangkan para figuran di acara dengan yel-yel khasnya, mengiringi Ayushita bernyanyi lagu-lagu manis itu.

Pilihan yang tidak biasa dari Ayushita memilih ranah indie pop, dan berhasil melahirkan album semanis pagi hari yang anda pernah alami. Album yang dirilis Ivy League Music ini bukan album biasa. Nona ini ternyata punya selera, kelas, dan tentu nyali. Manis.