Monday, April 25, 2011

Rowland S. Howard – Teenage Snuff Film


“..why you have to be so fuckin genius and an alcoholic in the same time..” (anonym)
Sebuah kalimat yang menekan hati, tertuju pada seorang musisi dan gitaris legendaris dari negeri kangguru, Rowland S. Howard (RSH). Komentar itu saya temui di sebuah videoklip milik gitaris gaek dengan bermata cekung ini di Youtube. Raut wajahnya menyiratkan jejak kehidupan kacau berharum alkohol dan bius adiktif, menghiasi aksinya di atas panggung dan karya musiknya.

Terlahir di kota Melbourne, 24 October 1959, RSH adalah seorang musisi dan gitaris yang langka. Testimonial atas RSH oleh para musisi alternatif dunia seperti Thuston Moore, Lydia Lunch, hingga Nick Cave menegaskan betapa spesialnya RSH di hati mereka. Pendiri The Birthday Party bersama Nick Cave, RSH menampilkan sebuah sensasi bermusik yang bising, agresif, dan, puitis. Bersama gitar Fender Jaguar tahun 1968-nya, RSH sungguh membuat post punk menjadi tampak lebih emosional daripada Ian Curtis, dengan liar meracik esensi country, punk, dan blues jalanan melalui petikan gitarnya.

Sebelum saya mendapatkan album solonya yang berjudul Teenage Snuff Film ini, trailer dokumenter RSH berjudul Autoluminescent di Youtube lah yang memperkenalkan sosok orang tua ini. Sampai ketika saya jalan-jalan di toko music Aquarius PI (kini telah tutup) yang sedang cuci gudang, dan menemukan sebuah cd agak lusuh kemasannya di rak diskon besar-besaran. Kovernya sederhana, menampilkan siluet wajah RSH dengan stiker imported, berbanderol diskon sekitar 50ribuan, kalau tidak salah. Betul-betul tak memikat puluhan orang yang sedang mengubek rak-rak cd di toko tersebut.

Sedikit terkaget, saya langsung mengambil cd itu dan membelinya. Sesampai dirumah, segera terputar cd di tape CD merk Sony hasil menang undian kartu nama saat menjadi wartawan dulu. Melirik liner notes di sampul cd, saya menemui nama-nama yang tak asing dari band Nick Cave and the Bad Seeds, seperti, Mick Harvey dan Brian Hopper, lalu ada rekan RSH saat dirinya masih di band These Immortal Souls, Genevieve McGuckin.



Lagu pertama terputar, Dead Radio, sebuah lagu yang kelam dengan petikan bas yang muram. Ketukan drum Mick Harvey meratapi setiap bait yang dilagukan RSH. Beberapa lagu lainnya semakin dingin oleh petikan-petikan RSH yang dingin, seperti Breakdown (and then...), She Cried, atau semisal Exit Everything. 

Gubahan paling menarik dari RSH di Teenage Snuff Film adalah lagu dari Billy Idol, berjudul White Weeding. Di lagu ini RSH menampilkan kepiawaiannya meracik atmosfir berbeda dan jauh lebih keren ketimbang versi Billy Idol (hahaha), seperti yang juga dilakukannya bersama Lydia Lunch pada lagu Some Velvet Morning, milik Lee Hazelwood dan Nancy Sinatra, di era 80-an. 

Total ada sepuluh lagu di album yang sarat dengan refleksi emosional RSH di usia senjanya. Kelam dan dramatis. Lagu Sleep Alone yang begitu bising dan noise, dengan petikan gitar RSH yang meyayat liar, menutup album Teenage Snuff Film, bak ending sebuah bagian kehidupan pria bernama Rowland S. Howard. 

Ia disebut-sebut pernah berada di rumah sakit jiwa, tinggal di jalan, berdansa dengan alkohol dan drugs, serta ragam kekacauan lainnya. Namun, kejeniusannya melalui karya-karyanya yang artistik tak tergerus sama sekali. Bagi saya, RSH adalah musisi yang bisa merasuki karya-karyanya dengan begitu intens dan personal.
Penyakit liver memang telah mengakhiri hidup gitaris sinting dan kacau ini, 30 December 2009, namun album ini tak memupus hasrat dan musikalitas RSH, dan saya ingin sekali memperkenalkan orang ini kepada anda semua. Marr

Friday, April 1, 2011

Themilo - Photograph















Tujuh tahun pastinya rentang tahun tergetir bagi Themilo. Tujuh tahun yang hampa akan kelanjutan dari album perdana mereka, Let Me Begin (2002). Bayangkan, pertama, materi mentah mereka yang telah disemai sejak tahun 2004 justru bocor di berbagai situs dan forum berbagi, jauh sebelum album kedua diluncurkan dalam polesan final. Kedua, setelah kebocoran tersebut, hard disk tempat penyimpanan data rekaman album tersebut jebol dan hanya sedikit sekali yang bisa diselamatkan.

Tak terbayang di benak mereka kalau deraan cobaan itu menjadi hikmah tersendiri di kemudian hari. Atensi para loyalis mereka dan undangan acara musik ternyata tak menghilang sama sekali.

Album kedua mereka yang diberi tajuk Photograph, tak akan bisa lahir jika tak ada passion dari masing-masing personilnya. Mereka bisa saja memilih vakum dan tenggelam dalam rutinitas kantor untuk mengubur kekecewaan, lalu muncul kembali di saat tak terduga. Syukur, mereka tidak sampai sebegitu galaunya.

Photograph memotret 8 materi lagu, yang mayoritas sudah lebih dulu bergentayangan di  internet dan memenuhi hard disk para pendengarnya, termasuk saya. Luckily, Themilo menyisipkan sebuah single menawan yang untungnya tidak ikutan bocor, yakni Daun dan Ranting di Surga.

Dua poin lebih dari album ini, tak lain kita bisa menikmati polesan sempurna dari setiap materi lagu yang jauh lebih menarik dan kaya nuansa ketimbang bocoran materi mentah mereka di internet. Kepiawaian Themilo dalam penyusunan lagu-lagu yang begitu apik patut diancungi jempol. Karakter musik album ini yang lebih atmospheric, kontemplatif, dan meruang, agak berbeda dengan album pertama mereka yang dinamis. Kejutan lain, Themilo menemukan dua penyanyi latar yang begitu unik dan berkarakter, untuk beberapa lagu mereka, menggantikan latar vokal sebelumnya pada materi bocoran sebelumnya disuarakan oleh Weeds.

Dibuka dengan materi instrumental berjudul Stethoscope yang megah dibalut distorsi reverb, seperti pintu masuk sempurna untuk memasuki ruang imajinasi para personil themilo, terdiri dari Ajie (vokal, gitar), Upik (gitar), Suki (bass), Unyil (kibor), dan Budi (drum). Beberapa lagu yang dikenal menjadi favorit klasik para loyalis Themilo, seperti For All The Dreams That Wings Could Fly, So Regret, atau Dreams, turut menghanyutkan dengan kejernihan musik mereka. Materi album ini dibungkus oleh kualitas mixing yang bagus.

Lagu penutup, Apart, menjadi epilog syahdu, seakan Themilo sedikit memelankan diri sejenak dari derap musik mereka yang telah dirintis hampir 9 tahun lamanya. Album ini pun memuaskan asa para personilnya dengan cara yang tak harus luar biasa, tetapi lebih intim dan pribadi. Begitu pula dengan para perindu mereka. Marr



star Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photos 

Rolling Stones -3/11- "Delapan komposisi dalam konsep musik dingin dan misterius" -- 3 stars



Saturday, February 5, 2011

Death Goes to The Record Store

Pendiri Creation Records, Alan McGee sudah meramalkan bahwa industri musik bakal kelimpungan menghadapi revolusi informasi dan teknologi di dunia bernama internet. Industri musik akan mengalami revolusi digital, siapapun bisa memperoleh informasi secara bebas dan masif, legal dan ilegal.

Salah satu keajaiban internet adalah file sharing musik di antara pemakai internet secara bebas. Beberapa penolakan terhadap terobosan ini terjadi pada kasus Metallica vs Napster, namun tetap tak bisa meredam  fenomena internet. Internet menyatukan dunia tanpa batas, akhirnya industri musik memilih mengeksploitasi internet sebagai peluang bisnis yang ternyata bernilai bisnis sangat tinggi.

Paling kentara dari imbas internet adalah produk fisik musik yang sebelumnya dikemas dalam cakram CD atau kaset, harus terpuruk oleh file-file musik berbentuk MP3 yang memiliki kualitas bagus dan ekonomis. Cukup bawa Ipod atau player digital lainnya, kita bisa mendengarkan ribuan lagu tanpa kerepotan berurusan dengan fisik CD dan sejenisnya. Mengunduhnya pun sangat mudah dengan cara nirkabel atau berbekal USB.

Siapa yang paling menderita? Tak lain peritel musik seperti toko-toko kaset dan CD. Dan Aquarius Musikindo di Pondok Indah (PI) memilih untuk tutup selamanya. Peritel terbesar di Indonesia ini sebenarnya sudah menutup beberapa gerainya di Bandung dan Surabaya, menyisakan cabang Mahakam, Blok M. Bahkan kini, di Mahakam, Aquarius tak hanya menjual CD, tetapi juga DVD film lokal dan asing dengan harga terjangkau.

Tutupnya Aquarius di PI, memang membuat saya sedikit gamang. Dimana lagi kita bisa membeli CD musik dari band-band dan artis asing. Saya tahu sekali cabang di PI memiliki koleksi yang terbilang lengkap dengan harga yang agak realistis ketimbang cabang Mahakam. Beberapa koleksi saya banyak yang berasal dari belanja di cabang ini.

suasana obral besar-besaran toko Aquarius PI di Jakarta menjelang tutup operasionalnya.


Toko musik Aksara di Kemang pun juga gulung tikar, berikut juga kantor labelnya, Aksara Records. Beberapa toko musik seperti Musik Plus atau Bulletin berusaha bertahan dengan tenaga masing-masing. Saya juga yakin kondisi ini juga dialami para peritel mikro rekaman musik di Pasar Taman Puring. Terakhir kali saya mampir di lantai dua pusat belanja ini, terlihat tampak mengenaskan. Jika dahulu di setiap sudut lantai atas diramaikan lapak-lapak pedagang kaset dan CD bekas, kini pelakunya tinggal hitungan jari saja dengan koleksi rekaman yang tak seramai dulu.

Bagi para kolektor musik, hanya tinggal mengelus dada saja. Perburuan pun harus merapat pada dunia maya, misalnya mengincar aneka CD musik di situs ebay.com. Atau mungkin berburu hingga ke pelosok daerah berharap masih ada CD-CD tersisa dari toko yang terkapar ditinggalkan pembelinya.

Tutup usianya toko-toko ini memang sudah takdirnya. Semoga saja revolusi digital ini tak turut membunuh esensi musik secara universal. Dan kecintaan pada bentuk fisik rekaman bisa terwarisi antar generasi dari masa ke masa ditengah gelombang digitalisasi dunia ini, termasuk penghuninya.

Saturday, January 22, 2011

Morfem - Indonesia


Pertengahan Januari 2011 ditandai dirilisnya sebuah mini album dari band bernama Morfem. Ditengah geliat musik indie di tanah air yang dikabarkan dalam kondisi tak kondusif dan semarak lagi serta minimnya atensi media dan korporasi terhadap blantika musik indie, band ini tak ragu melempar 7 lagu kepada pemerhati musik. Pelakonnya, tak lain Jimi (vokal), Pandu (gitar), Bram (bas), dan Freddie (drum).

Sang frontman sekaligus eksekutif produser album ini, Jimi Multhazam, sepertinya tak kehabisan akal dan antusiasme untuk tetap melakukan diversifikasi atas sensasi musiknya. Setelah berbagai band IKJ dirintisnya, hingga the Upstairs, Morfem seperti alter ego Jimi (dan personil lainnya) terhadap selera musiknya pada band-band alternatif Amrik di mid 80-an hingga awal 90-an. Lirik-liriknya tetap tak kehilangan the witty of Jimi, tetap unik dan sedap didengar berbagai ras, golongan dan kelas sosial.

Album bertajuk Indonesia ini, sungguh menyenangkan hati saya. Dan tak sulit untuk dicerna kedua telinga saya karena seperti disuguhi sajian aneka citarasa dari band-band lawas seperti Ratcat, the Pixies, Pavement, hingga Weezer, namun tak terkontaminasi pola imitatif. Mereka berhasil meramu formulasi musik 90's alternatif, dengan turunannya Indie Rock, tanpa harus pusing membuat lagu-lagu njelimet di telinga orang.

Dihajar dengan single pembuka, Gadis Suku Pedalaman, enerjik dan liriknya berspekulasi tentang seorang gadis yang dinanti-nanti sekian lama, dan apakah telah menjadi avatar atau tidak. Lagu berikutnya, Who Stole My Bike, lagu ajaib milik Jimi (selain lagu Death Kitchen yang juga ada di album ini ) semasa menjadi drumer band ol'skul HC Punk, Be Quiet (materi di album ini mungkin telah diaransemen ulang), sepertinya curhat beneran Jimi atas raibnya motor oleh sang maling suatu ketika, cool song!

Beberapa lagu menarik lainnya, Tidur Dimanapun Bermimpi Kapanpun, sangat catchy dan menjadi track favorit saya. Selain itu juga, single folk berjudul Wahana Jalan Tikus yang rasanya dieluhkan Jimi atas kemacetan Jakarta yang indah nian itu. Kerennya dibalut oleh akustik Pandu dan sentuhan kibor dalam takaran pas. Pilih Sidang atau Berdamai di bagian tengah urutan album menjadi pembangkit semangat setelah pendengar dibuat a bit relax a bit oleh lagu-lagu akustik dan mid tempo. Aransemen akustik di lagu Tidur Dimanapun Bermimpi Kapanpun, menjadi penutup manis plus vokalisasi syahdu nan harmonis dari para personil Morfem.

Overall, materi album ini meyakinkan dan berkonsep matang. Polesan Iyub di album ini, untuk mixing dan mastering tak perlu diragukan lagi kualitasnya. Reaksi kimiawi para personil  Morfem di tiap lagu juga solid dan kompak, meski masing-masing personil memiliki lusinan band sampingan jika diakumulasikan total. Secara keseluruhan, album ini layak menjadi obat penambah energi atas lesu scene indie saat ini.

Ah, ironisnya, sampai saat ini saya sama sekali belum pernah menonton mereka secara hidup. Marr

star Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photos 

Album ini sudah tersedia di beberapa jaringan toko musik, IDR 25.000 or bisa sms ke 0858 11 764 764 / email ke morfem.info@gmail.com untuk informasi detailnya.

masih asing dengan Morfem, unduh single album ini, Gadis Suku Pedalaman!
get the link!

Sunday, January 2, 2011

Mellonyellow - Never Own You EP


















The coolest thing of hearing 90's shoegaze bands (i.e. Ride, MBV, Lush, or Adorable) isn't just about knowing how bigger the pedalboard effects or how superbly complicated of the songs structure, no no, but the passion of the bands created songs.  

Sesuka hati dan lepas. Esensi itu selalu saya yakini, dan itu begitu dirasakan tiap kali melihat aksi band shoegaze ibukota, Mellonyellow. Ep terbaru mereka berjudul self titled betul-betul menyenangkan hati saya. Selepas EP pertama mereka berjudul Milk Calcium, suguhan terbaru mereka begitu seru dan hangat di telinga saya. Dua lagu berjudul Never Own You dan The Day of Negro semakin menegaskan bahwa band ini patut diperhatikan secara seksama. Sungguh saya jarang sekali melihat band ini diliput secara detail, dan terkesan underrated.

Pada EP ini, saya menilai Mellonyellow menampilkan sosok yang sedikit berbeda dibanding EP pertama mereka. Dibanding EP Milk Calcium, EP terbaru mereka tampak lebih ringan dan mudah diakses bagi mereka yang belum awam dengan band ini. Terutama lagu Never Own You yang bisa membuat para pendengar pertama band ini akan bersedia menyediakan waktu untuk mampir di setiap gigs Mellonyellow. Tekstur lagunya pun lebih poppy dan catchy. Pada lagu selanjutnya, the Day of Negro, well, saya seperti menyimak pengaruh-pengaruh band 90's shoegaze yang telah membius selera musik mereka. But, it still a cool track, no bullshit.

Sekadar info, formasi band ini tinggal berempat, yaitu Bagus (vokal, gitar), Bintang (gitar), Tyo (drum), dan Gita (kibor). EP ini sendiri bisa dipesan melalu page facebook atau myspace mereka, limited edition oleh Heyho Records! So, buruan kejar dan jangan sampai kehabisan, guys! Marr

star Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photos
buy their cd's by contact Ridho Syahrir  at +62 (021) 93795370 , 085691996434 only for IDR15.000!!

Tuesday, December 28, 2010

The Smiths - Unreleased Demos & Instrumentals Bootleg (vinyl rip)
























Beberapa hari lalu, sahabat kami, Mr. Zounds72 memberikan sebuah hadiah tahun baru spesial untuk kami, berupa link unduh ragam bootleg demo dan outtakes dari band legendaris bernama The Smiths. Teman kami ini yang juga mendalami Dark Arts di Universitas Victoria, Wellington, di negeri Kiwi, sebenarnya rada malas dengan segala hal berbau Morrissey. Tak heran, sebenarnya link ini juga berasal email temannya, dan kemudian ia rasa alangkah baiknya juga mengirimkan ke kami sebagai sebuah hadiah atas perkoncoan di antara kami selama beberapa tahun terakhir.

from morrissey-solo.com


Link dibawah ini, terdiri dari ragam versi lagu-lagu The Smiths yang pernah dirilis dalam empat album mereka. Judul ilegalnya, The Smiths - Unreleased Demos & Instrumentals Bootleg (vinyl rip).

Reel Around The Fountain (final Troy Tate album version)
The Hand That Rocks The Cradle (John Porter monitor mix)
This Night Has Opened My Eyes (studio version June 84)
Rusholme Ruffians (Electric version July 84)
Frankly Mr Shankly (Trumpet version november 85)
Is It Really So Strange (June 86 'single' version)
Paint A Vulgar Picture (monitor mix March 87)
The Queen Is Dead (full version)
There Is A Light That Never Goes Out (take 1)

Selain itu juga demo rekaman tak dikenal seperti;
 Untitled 1 is called "I Misses You"
Untitled 2 is called "Heavy Track"

Lalu, juga ada materi seperti,
"Sheila Take A Bow" is the Porter version from January 1987
"Ask" is the pre-remix version

Sisanya, materi monitor mixes/demos untuk album Strangeways, Here We Come.
So, selamat menikmati dan bebas mengunduh untuk semuanya, dan kami ingin berucap HAPPY NEW YEAR!!

get the link!

Friday, December 24, 2010

Our Shouts! From Our Posting-Less till Vinyl of Black Tambourine: Complete Recordings (and two vids of them)

gambar vinylnya Black Tambourine















Aloha, sudah lama banget kami belum mengupdate apapun di blog ini, maklum lah, urusan waktu dan juga jaringan internet yang kadang membuat kami harus mengelus dada ketika melihat betapa lemah gemulainya kecepatannya.

Dua bulan berlalu, sebenarnya begitu banyak hal-hal yang ingin kami curahkan, mulai dari tutupnya retail toko musik Aquarius terbesar di bilangan Pondok Indah, sebuah pertanda betapa musik RBT telah menggerus produk fisik cakram cd dan kaset, hingga desas-desus bahwa scene band-band indie di negeri ini sedang berada dalam status darurat (betul-betul mengkhawatirkan, dari curhat beberapa pelaku scene indie yang tak bisa kami sebutkan namanya demi menghindarkan hal-hal yang kami inginkan).

Namun, di bulan Desember, bersyukur ada sebuah berita yang menyenangkan hati, yakni, sebuah toko vinyl bertengger di pojok dalam toko Aksara di Kemang! Bagi para pelaku pecinta vinyl bakal berbunga-bunga hatinya, dan mereka yang berusaha tidak terjerumus dalam sensasi koleksi vinyl karena belum siap mental, tampaknya harus menyerah saja.


Dan saya, salah satu korbannya. Toko Monka Vinyl ini berhasil membuat saya membeli dua plat dari album pertama dan kedua Pavement. Pada beberapa hari kemudian, saya dan pak The Drowner menyambangi kembali tempat itu, dan tanpa berpikir apa-apa lagi, kami masing-masing membeli vinyl Black Tambourine: Complete Recordings!

Diproduksi oleh Slumberland, dengan harga yang terjangkau. Bagi para penikmat musik C86, Sarah Records, dan lainnya mungkin tak akan asing pada band ini. Beberapa personilnya ternyata juga pendiri band-band ciamik seperti Lilys dan Velocity Girl. Vinyl ini dikemas menarik, plus artikel sleeve note tentang Black Tambourine yang ringan namun sarat historis.

So, untuk menyegarkan blog ini, nikmati dua video dari Black Tambourine di blog ini, For the Ex Lovers dan Throw Aggi off the Bridge. Enjoy! Marr

Wednesday, October 6, 2010

Tasting The Smashing Pumpkins!

 Two days ahead, Smashing Pumpkins gonna hit the stage on Javarockinland! Meski hanya Billy Corgan sebagai personil asli yang masih bertahan di band tersebut, tetap bikin penasaran buat saya dan pak The Drowner untuk hadir disana, menanti sebuah lagu anthem bagi kami, yakni 1979, tak lain tahun kelahiran kami berdua. Yeah!

So, enjoy dua video 'Stand Inside Your Love' dan '1979' di blog ini! Cheers!

Jimmy, D'arcy, Iha, and  Corgan on the Simpson

Monday, August 30, 2010

Four Themilo's Vids of this Month!

Menyambut September dan Lebaran, kami sajikan empat video Themilo, sekaligus selebrasi band lawas di tanah air akan bersiap merilis album Photograph, soon!

Video tersaji sebagai berikut: Dreams, When You Sleep (covers MBV at some freakin cool show!), Lolita, dan So Regret. Enjoy, amigos!!

Wednesday, August 18, 2010

At Last! Themilo with Photograph Album Will Release Soon!

(Photo: Aku Congi-kaskus.com)
Akhirnya oh akhirnya.. setelah tertunda begitu lama, album Photograph yang sudah kadung 'leaked' di jagad maya bakal dirilis resmi dalam bentuk fisik cakram (cd) untuk memuaskan para pecinta Themilo di tanah air, dan lintas batas internasional.

Berikut pengumuman resmi band Themilo dari situs resmi mereka, http://themiloband.com/

Photograph Album Akan Segera Beredar!

Diterpa gosip atau berita-berita miring bahwa Themilo mengalami saat vakum dimentahkan oleh berita yang ada dibawah ini.
Setelah dalam penantian yang lama, para penikmat musik Themilo dapat menikmati album penuh kedua yang diberi judul Photograph tidak akan lama lagi. Album itu sendiri akan dirilis dalam format CD. Memang hal-hal teknis terjadi selama pengerjaan album Photograph dan itulah yang menjadi kendala mengapa album ini lama sekali untuk dirilis.
Sebelum rilisan album Photograph itu keluar, Themilo akan mengeluarkan single lagu yang akan disiarkan oleh radio-radio kesayangan anda pada tanggal 23 Agustus 2010.
Semoga saja ini semua dapat memuaskan anda.

Cheers!

Tidakkah berita ini sungguh begitu indah ditengah bulan Ramadhan ini!? Marr

Saturday, August 14, 2010

A Night with Ian Brown and Kula Shaker

Ian Brown at Jakarta (photo: Mahdesi)
Bagi pecinta Britpop, Ian Brown adalah sebuah legenda hidup. Pria berjuluk The Monkey Man ini mendirikan sebuah band legendaris bernama Stone Roses bersama John Squire (gitaris), disusul masuknya Mani (basis), dan Reni (drumer). Sebuah band yang aksi konser tunggalnya di Spike Island menjadi salah satu legenda acara musik yang tak akan habis-habisnya didiskusikan oleh khalayak umum.

Belum lagi, album-album Stone Roses yang membekas di setiap hati para anak Britpop. Hampir dipastikan setiap anak indies generasi x (sebutan generasi kelahiran 1965-1979)  yang baru pertama kali mengendus Britpop, lebih dulu dihipnotis oleh musik band ini.

Maka, ketka Ian Brown tampil di ibukota Jakarta untuk pertama kalinya sejak Stone Roses berdiri tahun 1984 dan akhirnya bubar pada tahun 1996, tak terkira euforia para anak Britpop dari segala lapisan zaman, mulai dari generasi x hingga y, memenuhi lapangan basket ABC di Senayan. Tua dan muda, terlihat beberapa diantara mereka bernarsis ria dengan sepatu Ian Brown, baju-baju Stone Roses, hingga topi pancing ala Reni.

Perjuangan saya ke acara tersebut tak mudah. Cuaca saat itu memang mendung basah akibat La Nina. Saya  langsung menggeber motor 2 tak dari kantor di Jeruk Purut menerjang tirai hujan yang tak ada habisnya. Sempat mogok beberapa kali, akhirnya sampai juga di lokasi dan langsung menghampiri calo tiket setempat dengan harga lumayan miring.

Acara ini sendiri tak hanya Ian Brown, tetapi juga dibuka oleh Kula Shaker, satu lagi band Britpop terkemuka di era mid 90-an. Selepas digerayangi oleh para sekuriti, masuklah saya di venue bersama beberapa teman. Hujan rintik-rintik, dan penonton yang datang tak begitu banyak, mungkin karena faktor hujan.

Tak lama, sekitar jam setengah 9, acara pun dimulai dengan Kula Shaker. Berbagai lagu lawas seperti Hey Dude, Grateful when You're Dead, Tatva dan Govinda digeber Crispian Mills cs. Karena saya dulu mudengnya hanya di album pertama mereka, so beberapa lagu lainnya sedikit asing di telinga. Namun overall aksi mereka berhasil membakar malam yang berhawa basah dan memori saya.
Crispian Mills and his Kula Shaker. (Photo: Mahdesi)

Akhirnya, selepas Kula Shaker, dengan jeda 15 menit lebih, hadirlah Ian Brown dengan bandnya. Histeria melanda semua orang, termasuk saya, berteriak-teriak nama Ian Brown. Betul-betul gaduh hati ini ketika bisa melihat  Ian Brown dengan kedua mata sendiri. Semacam rindu yang terpendam dan akhirnya terpenuhi.

Lagu pertama langsung dibuka dengan I Wanna be Adored. Bisa ditebak bagaimana riuhnya sekitar 2000an penonton ketika lagu itu ditampilkan. Hampir semua orang menyanyikan bersama lirik lagu lawas Stone Roses ini dari pertama hingga selesai.

Selepas lagu ini, Ian Brown langsung menampilkan berbagai lagu solonya seperti F.E.A.R, Stelify, Sister Rose, dan lainnya. Gaya khasnya saat menyanyi tak berubah, yakni tampak cool dan pede. Pakaiannya pun bikin riuh ketika memamerkan kaos Working Class Hero, dan juga baju timnas Palestina.
the legendary monkey man (Photo: Mahdesi)

Waktu beranjak melewati jam 1 pagi, setelah lebih dari sepuluhan lagu solonya, akhirnya lagu penutup Fool's Gold, mengakhiri acara. Para penonton pun tampak menggila luar biasa, ketika salah satu lagu lawas Stone Roses ini dihadirkan Ian Brown dan bandnya. Semua orang berdansa dan bergoyang, menirukan jogetan 27 ribu anak-anak muda di Spike Island pada 27 Mei 1990, sambil bernostalgia bagaimana Ian Brown dan Stone Roses telah menyapih selera musik mereka sampai saat ini.

Euforia kecil, nikmati dua video keren dari Stone Roses era terawal dengan I Wanna Be Adored (versi awal) dan Kula Shaker dengan Tatva. Marr

Tuesday, July 6, 2010

Dua Video Klasik Minggu Ini

Berhubung sedang kepincut pada musik-musik masa silam, minggu ini, kami tampilkan footage video dari The Five Stairsteps dengan lagu lawasnya 'Oo..Child', sebuah keluarga soul pertama di negeri Paman Sam, sebelum akhirnya muncul the Jackson 5, serta The Tremeloes dengan 'Golden is Silence', tembang lawas yang menyejukkan hati para pemilik hati yang terkhianati pasangannya :P

well, enjoy guys! silahkan nikmati di lajur kanan blog ini, cheers!


Friday, July 2, 2010

Mixtapes - There's a Light That Never Goes Out














Ola! Yeah, kali ini saya ingin berbagi kesan tentang mixtapes pertama di blog ini, berjudul There'a a Light That Never Goes Out. Melihat namanya saja pasti sudah terlintas dibenak apa maksud dari postingan ini. Yes, beberapa bulan lalu saya sempat mengumpulkan mixtapes untuk blog teman saya, wastedrockers, namun karena kesibukan kerja dan jaringan internet kurang memadai, baru kali ini akhirnya bisa kelar diupload di dunia maya.

Alasan utama kenapa saya memilih tema judul dari lagu lawas The Smiths, tak lain kecintaan saya terhadap band ini, khususnya lagu mereka itu. Selain itu, karena suasana hati juga sangat mendukung kala itu untuk memilih tema ini, baru saja putus cinta dengan seseorang.

Ide bikin mixtapes ini pun juga tak sengaja, diawali ketika melihat di Youtube, OST 500 days of summer dengan soundtrack lagu ini, film patah hati yang lagi-lagi pas dengan alam hati saya. Lalu mata saya tertarik pada list video lainnya dengan judul sama di lajur kanan bawah, Crowded House turut memainkan lagu ini bersama Johnny Marr pula!

Ubek sana-sini, ternyata banyak band-band yang melakukan aksi serupa dengan intepretasi mereka masing-masing. Sebut saja, Nada Surf dengan power pop santai mereka, The Divine Comedy yang membuat lagunya menjadi sangat baroque teatrikal, hingga Magic Numbers yang menyulap sedemikian rupa lagu ini menjadi sangat elegan.

Belum lagi artis-artis lain seperti Noel Galagher, Death Cab for Cutie, dan the Lucksmiths, bermain-main dengan lagu ini sesuka hati. Saya pun segera konversi video-video lagu band-band ini di Youtube dengan fasilitas yang telah disediakan firefox, menjadi mp3. Tak ketinggalan versi Morrissey di DVD Who Put M On Manchester, dan OST 500 Days of Summer turut disertakan di mixtapes ini.

Overall, i adore their intepretation, so much. Sangat baik didengarkan berkali-kali, apalagi ketika berkontemplasi atas hati kita masing-masing, bisa menjadi alat terapi yang sangat sehat dan mengharukan. Enjoy, lads! Marr

Tracklist:
01. Anberlin – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
02. Death Cab For Cutie – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
03. Morrissey – There Is A Light That Never Goes Out (live in Manchester)
04. Nada Surf – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
05. Noel Gallagher – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
06. The Smiths – There Is A Light That Never Goes Out [intro 500 Days Of Summer)
07. Röyksopp vs. Erlend Øye – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
08. The Crowded House feat. Johnny Marr – There Is A Light That Never Goes Out
09. The Divine Comedy – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
10. The Lucksmiths – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
11. The Magic Numbers – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)
12. Ocean Blue – There Is A Light That Never Goes Out (The Smiths cover)

get the link!