Tuesday, February 3, 2015

Aku Mah Apa Atuh: Ketika Mereka Memilih Belajar Agama

Beginilah blog ini, tak lagi rajin posting artikel, meski untungnya ada manteman yang mau menyumbang tulisan. Lebih sibuk dengan blog sebelah, dan melupakan blog yang satu ini. Semoga tak ada yang kecewa karena tak ada lagi postingan album-album keren plus link unduh, ataupun review sekenanya.

Namun saya mau menulis lagi kok. Saya bikin kolom pribadi saya sendiri dengan nama Aku Mah Apa Atuh, yang maksudnya tulisan bertema bebas, dan dijamin gak ada pentingnya dan berpengaruh di kehidupan manteman, karena aku mah apa atuh, hanya pria mid-30 yang cukup bahagia. Yah, buat dibaca ringan sambil makan ubi rebus lebih baik ketimbang gorengan karena meningkatkan kolesterol. Saya hipertensi,

Kolom perdana gak penting ini saya kasih judul 'Ketika Mereka Memilih Belajar Agama'. Tema yang bikin saya gatal untuk menulis. Alasannya tentu manteman tahu semua bahwa baru-baru ini gitaris dan drummer Pure Saturday memilih pensiun dari musik untuk lebih khusyuk dalam beribadah. Yah seperti drummer Noah yah, juga seperti itu.

Beberapa tahun terakhir ini memang banyak musisi indie yang memilih untuk menanggalkan instrumen mereka demi menemukan makna hidup dan spiritual. Saya masih ingat dulu tuh seperti vokalis Innocenti, lalu basis The Upstairs yang mengejutkan teman dan penggemar. Kemudian saya menemukan drumer Planet Bumi turut melakukan hal yang sama ketika mendengar siaran radio AM saat mengetes mobil baru dimana sang ustad bertausyiah musik itu haram, begitulah katanya pada saya saat bertanya kok alat-alat drumnya dijual di timeline fesbuknya.

Lalu semua terkaget ketika vokalis Rumahsakit memilih untuk pensiun bermusik. Lalu kemudian drummer The Upstairs juga ingin lebih intens beribadah, Dan akhirnya si kembar dari Pure Saturday mengagetkan penggemar band indie darling di negeri ini dengan keputusan yang sama. Semua bereaksi, terkejut dan kebanyakan menyayangkan pilihan tersebut.

Dalam benak saya, sempat terpikir, apakah tren ini adalah sesuatu yang harus melibatkan kecurigaan, misal, jangan-jangan ada pengajian rahasia yang hendak merebut musisi-musisi indie, lalu apakah pasti ada misi rahasia yang berencana mengalimkan penikmat musik indie sebagai tujuan akhir?
Ataukah ini murni penjelajahan spiritual masing-masing yang memang begitulah adanya? Sebuah pencerahan atau hidayah? Wallahualam.

Meski begitu saya berusaha untuk menghormati pilihan mereka, meski dalam beberapa hal, kerap saya temukan bahwa cara pandang mereka dalam melihat sebuah perbedaan yang cenderung berbeda, dan intoleran. Tapi lagi-lagi Aku Mah Apa Atuh... ibadah masih bolong-bolong, meski kerja di penerbit yang menerbitkan buku-buku yang alim.

Saya tak mau membahas soal benar atau tidaknya apa yang mereka lakoni dan yakini, toh siapalah kita, yang berhak menilai benar atau tidak, haram atau tidak, kafir atau tidak. Berjubah, bercelana panjang tanggung diatas mata kaki, berjenggot, rambut mohawk, gahar, metal, britpop, suka pakai baju Fred Perry atau bersepatu Doc Mart, ngeband, sosialita atau apapun itu, cuma kemasan aja, karena yang terpenting adalah bagaimana kita menjadi manusia yang seutuhnya dan sebagai pribadi yang baik.

Nah, kata Baik ini yang harusnya menjadi kata kunci dari semua tindakan. Mau kita sekeren apapun, sekaffah apapun, sekristiani apapun, dan sebagainya, tetapi kalau kita tak bisa memahami agama kita sebagai agama cinta dan kasih sayang, percuma. Begitu juga kalau kita nyinyir sama setiap perbedaan, bahkan terhadap kepada mereka yang ingin lebih dekat dengan Sang Khalik, apa bedanya kita dengan orang-orang yang merasa paling benar?!

Minggu lalu saya menonton PK yang diperankan Amir Khan, film yang diproduseri oleh orang yang sama bikin film Three Idiots. Akan susah memahami pesan film ini jika kita keburu antipati dengan soal ciuman hot di awal film atau sindiran terhadap lima agama besar di dunia ini. Dan setelah menonton film ini, yah, akhirnya sadar pesan Imam Besar The Panasdalam, Pidi Baiq, yaitu Ya Tuhan mudahkan pikiran kami agar selalu melangit dan hati selalu membumi.

Teman-teman yang memilih pensiun dari bermusik sebenarnya sedang menjalani rute mereka masing-masing dalam melangitkan pikiran mereka. Dan saya pikir pintu kebaikan ada begitu banyaknya, termasuk hikmah-hikmah yang terserak di muka bumi ini bisa dipetik bahkan dari orang terburuk sekalipun. Alam semesta begitu maha luasnya sampai-sampai setiap saya melihat instagram NASA dengan foto-foto jagad raya... apa artinya kita yah.. yang lagi asyik dengan kesenangan kita tapi lupa diri di sebongkah batu melayang di sebuah galaksi.

Ustad saya di kantor bilang, Pet, Islam itu mudah banget. Asal lo jangan lupa diri aja. Saya yakin teman-teman itu punya perjalanan hidup yang memang mengarahkan dirinya ke pintu kebaikan yang mereka yakini. Terlepas dari cara pandang mereka melihat dunia yah, akan tak ada habisnya untuk diperdebatkan. Saya berpikir, apa lah artinya kita justru terjebak dalam menghakimi mereka untuk memilih pilihan mereka. Bukannya malah membuat pikiran kita menjadi tak jernih lagi?

Saya mah ca'ur, tapi semoga masih dimudahkan melakukan kebaikan dengan sesama dan tak lupa diri. Masih bisa beribadah. Dan bisa menyukuri atas nikmat-Nya untuk berkreasi, dan mencintai yang terhampar di muka bumi tanpa rasa benci terhadap apapun yang berbeda.

Ah.. alam semesta ini tak ada habisnya untuk diselami. Jangan sampai pikiran kita terbebani oleh hal-hal yang tak semestinya. Jangan lupa ada orang miskin dan anak yatim di sekitar. Dan berhenti berpikir buruk, karena tak ada artinya. Duh, gue ngomong apa sih... ----