Thursday, June 16, 2011

Morrissey Pamerkan Tiga Lagu Terbarunya di Radio BBC! (Free Streaming)

Bagi para pemuja Steven Patrick Morrissey, bersuka rialah, sang solois legendaris berdarah Irlandia namun berhati Inggris, pendiri The Smiths, dan pelirik yang menghibur hati orang-orang yang terlupakan dan tersisihkan, memamerkan tiga lagu barunya di radio BBC, minggu lalu.

Ketiga lagu baru ini, yang masih kentara dengan album Years of Refusal, yang penuh distorsi dan enerjik, yaitu  “Action Is My Middle Name”, “The Kid’s a Looker”, dan “People Are the Same Everywhere”. Pameran lagu ini tentu bisa diendus sebagai isyarat akan dirilisnya album kesepuluh Morrissey sejak tahun 1988, paska bubarnya The Smiths.


Morrissey mengakui telah merampungkan album tersebut, namun belum ada kepastian kapan dirilis dan label apa yang siap menampungnya.  Berikut sepenggal kalimat dari beliau, “The follow-up to Years of Refusal is ready and fluttering wildly against the bars. There is still no record label and the years shuffle like cards. My talents do not lie in DIY.” 

Bersukarialah, wahai Mozzerian di tanah air (dan belahan dunia lainnya). Silahkan bermimpi Morrissey hadir dan beraksi di negeri ini, dan siapapun promotornya. Dan nikmati pranala free streaming dari ketiga lagu tersebut dibawah ini (demi kenyamanan mendengar, klik stop di boks 'video's of the week', di sebelah kanan blog ini).



Morrissey - Action Is My Middle Name (BBC Session) by TheNJUnderground

Morrissey - The Kid's a Looker (BBC Session) by TheNJUnderground

Morrissey - People Are The Same Everywhere (BBC Session) by TheNJUnderground

Wednesday, June 15, 2011

Curve - Pubic Fruit


















Buah rambutan ada di kover album? Well, ternyata itu terjadi dan tampil di kover album band shoegaze UK bernama Curve. Entah apa alasan band ini dengan memasang gambar rambutan atau pubic fruit di gambar kover album mereka. Apakah mereka penyuka buah mungil berambut ini, atau sekadar takjub dengan rupa buah yang bernama ilmiah Nephelium lappaceum?

Tentunya, seperti buah rambutan, khususnya jenis cipelat, Curve yang juga salah satu band shoegaze di daratan UK pada era 90-an, termasuk favorit saya. Daya tarik dari Curve, adalah cita rasa unik daripada band-band shoegaze lainnya. Band ini menyajikan shoegaze yang tetap bermahzab swirling airy sounds dari gitar dan efek, diramu bersama sensaasi funk, electronic, sedikit gotik, dan beberapa pil ekstasi dari musik rave. Suara seksi vokalis perempuan menjadi sensasi candu menggairahkan dari Curve, dan itu bukan gombalan belaka dari saya.

Band ini diotaki oleh dua orang yaitu, Toni Halliday (vokal) dan Dean Garcia (basis, gitar, programer). Latar belakang Garcia yang mantan additional player dan juga pengisi materi di dua album band  Eurythmics. Tak heran musik Curve juga berangkat dari musik yang rada dance tracks. Kedua orang ini yang sempat menjadi kekasih (fenomena cinta yang juga dilakoni MBV dan Cocteau Twins), dibantu oleh Debbie Smith (gitaris dan personil Echobelly), Alex Mitchell (gitaris), dan Steve Monti (drumer Jesus and Mary Chain).

Sebelum rilisan album perdana mereka, Doppelganger, Curve telah lebih dulu melempar tiga album EP berjudul Blindfold, Frozen, dan Cherry. Album Pubic Fruit adalah merupakan kompilasi dari semua lagu dari ketiga album EP tersebut. Bagi saya, album ini betul-betul memiliki sesuatu yang berbeda dari album shoegaze lainnya.

Vokal seksi Toni dan lanskap musik dari Garcia menjadi urat nadi Pubic Fruit. Sebut saja lagu pertama berjudul Ten Little Girls dari EP Blindfold, man! sangat danceable sekaligus headbanging, plus loop dan sampling Garcia yang asyik diselingi ocehan seorang rapper.

Lagu lainnya yang saya sukai, Blindfold. Tampak ethereal, rave, dan shoegazing in the same time. No Escape From Heaven, menyusul dengan beat yang lebih cepat dan keren. Kuncinya tak lain sampling gitar yang ajib, dan drum Monti yang konstan, ditemani permainan bass dan racikan sampling Garcia.

Coast is Clear, termasuk lagu yang juga saya sukai. Suguhan utama adalah vokal Toni yang begitu merdu nan seksi, plus drum loop, sampling dan riff gitar yang ekletik. Hal ini juga ditemui pada lagu seperti The Colour is Hurt, Clipped, dan Frozen.

Salah satu lagu paling seru di album ini, adalah Galaxy. Bagi yang pernah menonton film Mysterious Skins, pasti akan ngeh dengan Galaxy yang juga masuk soundtrack film tersebut. Layak didengar ketika anda berada di tengah jalan tol, dengan jendela terbuka, ketika mengendarai mobil Mustang atau sejenisnya.

Cherry, menjadi lagu pembunuh dari semua trek di album ini. Suara halus bergairah Toni, mengawali lagu yang perlahan-lahan dihampiri oleh hempasan reverb dan fuzz dari berbagai arah, namun dengan arus yang tenang menghanyutkan. Sampling dan drum loop mengisi setiap riak-riak dari hempasan tersebut. Naik dan turun, tak terduga.

Lagu penutup Fait Accompli, akhirnya memastikan akhir dari album bergambar rambutan penuh citarasa ini. Dan saya membayangkan betapa Pubic Fruit pun ternyata bisa begitu menggairahkan, selain manis rasanya. Marr

Toni Halliday dan Dean Garcia
Highly Recommended - ...an endless stream of thirsty underground synth-warp, spiraling like DNA and stamping out rhythm like an army wearing Doc Martens....Where Hendrix ricocheted sound from ear to ear of the headphones, Curve lets it drift back and forth, almost aimless...
Spin  (19930101)


Get The Link!

Sunday, June 12, 2011

Free MP3 by Mellonyellow on Their First EP, Milk Calcium!


Sudah lama saya berandai, mau nggak yah, band shoegaze lokal  favorit saya di ibukota Jakarta, Mellonyellow, mengijinkan saya untuk menampilkan share link dari album mini perdana mereka, Milk Calcium, di blog ini. Alasannya, tak hanya karena materi mereka keren dan seru, tetapi juga untuk memperkenalkan band ini kepada mereka yang mungkin belum sempat mendengar musik mereka.

 Untunglah, personil drum MY, Tyo, mempersilahkan saya untuk memperkaya koleksi MP3 di blog ini dengan karya mereka yang hanya dirilis 100 kopi, yang tak aneh langsung ludes. Secara singkat, seperti pernah diulas di blog ini, Milk Calcium adalah hal terbaik yang hadir di skena shoegaze ibukota setelah Sugarstar, menurut saya loh. Materinya mengesankan dan sangat 90's, tidak harus berlebihan menghiasi musik mereka dengan efek-efek agar terlihat intelek. Hasilnya, sebuah album mini dengan empat lagu yang cool as fuck! Penasaran? Unduh link dibawah ini, A.S.A.P.


ps: ingin detail review album mereka, bisa cek melalui pranala link label 'shoegaze' di blog ini

Get The Link!

Friday, June 10, 2011

The Offspring - Ignition















Bagi para anak SMA di pertengahan 1990-an, sudah pasti pernah dikerubuti oleh begitu banyak aksi band-band alternatif, wabil khusus melalui tayangan acara musik tv swasta dan parabola seperti Alternative Nation MTV, ataupun VH1. Mulai dari band britpop, metal, indie, ska, hingga punk. Nah, salah satu band dari layar MTV yang saya pernah gandrungi ketika masih kelas 1 SMA, tak lain the Offspring. Man, this South California's band was so awesome and kick ass!

Ketika album mereka bertajuk Smash sukses besar, saya termasuk pengidola mereka. Lagu 'Come Out and Play', rajin wara-wiri di radio FM dan acara musik di TV. Tak lama kemudian muncul singel berikutnya The Offspring, seingat saya di radio SK, di program musik alternatif yang dipandu Nugie (lupa nama acaranya), berjudul Dirty Magic. Hey! nih lagu keren banget. Keesokan harinya, saya langsung meluncur ke sebuah toko kaset di Ramayana, Pasar Minggu untuk mencari kasetnya. Dapet!

Terbelilah kaset the Offspring berjudul Ignition seharga Rp7500 (kayaknya segitu). Album ini ternyata album kedua mereka sebelum Smash yang album ketiga. Diputer beberapa kali selepas pulang sekolah di tapedeck merek Sony sampai akhirnya hapal liriknya sampai sekarang. Lagu-lagunya keren banget dan kenceng, plus lirik yang blak-blakkan.

Lucu nan sialnya, suatu malam, tak sengaja saya memencet tombol Record yang berdempetan dengan tombol Play. Asli, nggak sadar sampai bingung kok nggak ada suaranya..dan, arghh 10 detik terhapus dari bagian awal lagu favorit saya Dirty Magic. Bodoh nian, saking kecewanya, saya berusaha merekam bagian hilang tersebut dengan cara mutung menanti lagu itu nongol di radio dan segera merekamnya langsung pada bagian yang disasar, klik tombol Record. Yah, rencana konyol itu akhirnya tidak terjadi sama sekali karena selalu ketinggalan start.

Bertahun-tahun berlalu, hingga akhirnya saya bekerja di sebuah penerbitan di Bandung. Ketika saya melakukan ritual ngubek cd bekas di loakan perempatan Cihapit, tiba-tiba jemari saya menyentuh sebuah cd bekas The Offspring, tak lain Ignition. Wow, ternyata masih ada peninggalan album itu, dan terjadilah tawar menawar dengan pemilik kios, lalu terbeli Rp40 ribu dengan kondisi Very Good.

Nostalgia berlanjut dengan lagu-lagu dari album yang saya sebut sebagai album terbaik the Offspring, bersama album Smash.  Mereka mengusung musik punk crossover, namun lebih dekat ke arah metal punk. Para personilnya, Dexter Holland (vokal), Noodles (gitar), Greg K (bas), dan Ron Wealty (drum).

Album Ignition, berisi 11 materi lagu dengan kekuatan penuh dan cepat. Dari beberapa lagu, Dirty Magic menjadi favorit, dengan petikan gitar menyusur seperti Fade to Black atau Sanatorium, Metallica. Bahkan saya sampai mencoba menguliknya dirumah. Beberapa lagu yang berlirik motivasi yang agresif, seperti Get It Right, Kick Him When His Down, atau Take it Like A Man, sungguh bisa menjadi penambah semangat kita ketika memulai segala aktifitas di pagi hari.

Pesan berbahaya juga hadir di lagu-lagu seperti Burn it Up, tentang menjadi seorang penyulut api; dan L.A.P.D., yang penuh kecaman terhadap para polisi di kota Los Angeles yang dahulu dikenal ringan tangan alias penyuka kekerasan sebagai solusi mengatasi keamanan dan kejahatan, khususnya saat kerusuhan kota L.A. di dekade 1990-an.  

Mendengar album ini seperti menemukan band The Offspring yang sebenarnya. Beberapa album setelah Smash, sungguh mengecewakan. Rada picisan dan ndak asyik hahaha Yah, musik berkembang, begitu juga mereka. Well, setidaknya, album ini menampilkan salah satu momen seru dari empat anak muda California Selatan ketika meraungkan ekspresi musik mereka kepada generasinya.




Monday, June 6, 2011

J Mascis + The Fog - More Light














J Mascis, adalah anak dokter gigi di kota Amherst, negara bagian Massachusetts. Beranjak remaja, ia mendirikan sebuah band hardcore di kotanya, bernama Deep Wounds di tahun 1980-an. Lelah menjadi anak hardcore, anak muda ini menanggalkan stik drumnya (posisinya di Deep Wounds), dan membeli gitar Fender Jazzmaster bekas seharga 300 dollar untuk band barunya, Dinosaur Jr. And the story goes on as he became a cult idol for indie rock alternative grunge teenagers in the 90's, and todays. Gitaris gondrong ini dipuja karena permainan gitarnya seperti monster bersenjatakan fuzz dari Big Muff dan killer riffs!

 Nah, album More Light, adalah album solo J Mascis dengan nama J Mascis + the Fog, selepas ia menidurkan Dinosaur Jr. pada 1997. More Light sendiri album kedua dari band ini, setelah sebelumnya merilis album semi akustik, Martin + Me. Spesialnya album ini, tak lain keterlibatan orang-orang kelas VIP di skena musik alternatif dunia, Bob Pollard dari Guided by Voices dan Kevin Shields dari My Blood Valentine. Sick, huh?!

Meski Kevin Shields dan Pollard berbagi sentuhan di album ini, tetap saja, DNA dari rekam jejak J Mascis di Dinosaur Jr membekas dari seluruh materi More Light. Mirip album-album Dinosaur Jr sebelumnya, namun tetap keren. Boleh dibilang, album More Light cukup berwarna dan atraktif, baik dari sounds dan lagu-lagunya, daripada kedua album terakhir Dinosaur Jr sebelum akhirnya vakum. Cabikan gitar Mascis, tetap tak kehabisan energi dan mancep.

Total ada 11 lagu, plus 3 lagu bonus atawa hidden tracks di album ini. Sameday, menjadi track pembuka yang tak akan menyulitkan siapapun yang hendak berkenalan dengan J Mascis. Tipikal materi Dinosaur Jr., yang kemudian dilanjutkan dengan Waistin', trek lagu dengan lirik rada nelangsa curhatan Mascis dengan dentingan piano kibor.

Beberapa materi berikutnya yang menarik, seperti Grand Me To You, lagu bertempo sedang namun ndak kelihatan lesu. Permainan piano Mascis yang simpel dan suara vokalnya yang bermahzab Neil Young-isme, membuat lagu ini terasa reflektif. Begitu pula terlihat pada beberapa lagu seperti AMMARING, Can't I Take this On (diawali petikan banjo, lalu bassline yang asyik), dan lagu favorit saya, Does the Kiss Fit, pas banget buat para alt rocker yang sedang jatuh cinta.

Kejutan More Light akhirnya datang pada lagu ke 11, yaitu More Light, dimana Mascis dan Kevin Shields menghajar telinga kita dengan tsunami fuzz, flanger, dan reverb secara bertubi-tubi. Semacam keriuhan super berisik yang dilemparkan di tengah-tengah angin tornado di dataran Oklahoma. Kevin Shields berbagi suara dengan idolanya, Mascis di lagu ini.

Selepas tsunami Mascis dan Shields, trek bonus Can I Tell You Stories dan Too Hard, menyapa dengan nuansa nelangsa dan muram. Cukup pas dengan judul album ini, dimana we really need More Light in this life. Namun Mascis memastikan cahaya itu untuk para pendengar album ini dengan membawakan kembali lagu John Denver, Leaving on a Jet Plane, lagi-lagi dengan Kevin Shields. Mereka berdua kembali meruangi seluruh langit-langit dari lagu tersebut dengan keriuhan noise dan segala macam keliaran yang bisa mereka hadirkan. And, it works damn well!


3.5 stars out of 5 - ...A charmingly out-of-time beast....this could have recorded in 1993 and lost down the back of the sofa...
Melody Maker  (20001017)


Get The Link!

Sunday, June 5, 2011

Sugar - Beaster
















Alkisah, hanya ada dua band yang begitu melegenda berkelana di telinga anak-anak muda Paman Sam di era 80-an, via radio transistor di kamar-kamar penuh poster band dan berantakan di rumah-rumah dan asrama kampus. Kedua band ini kelak akan mengontaminasi musik rock n roll dalam saluran frekuensi yang berbeda dari semestinya. Band itu tak lain R.E.M. dan Husker Du. Band pertama kelak menjadi band superstar dengan jutaan kopi, band yang terakhir justru sebaliknya, hanya menjadi cult favorite bagi para alt rocker tulen.

Nah, Husker Du, meski hanya 'mentok' pada tahap legendaris namun tak sukses global seperti Stipe cs, album-album mereka selama tahun 1981-1987 (lalu bubar) berjasa meletakkan cetak biru musik alternatif paska punk yang kemudian diserapi oleh gerombolan band-band di era 90-an. Dan sukses, dengan kemunculan band-band seperti Nirvana sampai Dinosaur Jr. Bahkan Pearl Jam sekalipun, dipastikan nggak bakal nongol jika mereka tidak mendengar Husker Du.

Kenapa saya beri pengantar tentang Husker Du? Karena band dan album EP yang saya mau ulas kali ini adalah band kedua dari vokalis, gitaris, dan juga mastermind dari Husker Du, yakni Bob Mould.  Sugar adalah band proyek Mould setelah bersolo karir. Lahir tahun 1992, band ini dikomandani Mould, bareng David Barbe (bass) dan Malcolm Travis (drum).

 Album berjudul Beaster merupakan album outtakes atau EP dari lagu-lagu yang tak masuk album perdana Sugar, Copper Blue. Saya ingat, cd ini saya dapatkan sekitar 8 tahun lalu di toko musik Bulletin di dalam hypermarket Alfa, daerah Pasar Minggu. Pokoknya lagi cuci gudang, dan harganya lupa dan murah banget. Alasan kenapa saya langsung beli tak lain, karena di sleeve belakang tertulis rilisan Creation Records, tak ada alasan lain. Betul-betul belum pernah mendengar band ini dan hanya mengandalkan informasi situs allmusic di warnet dekat Alfa.

Pas diputar di kamar, wow, betul-betul raw dan alt rock sekali. Setelah saya mendengar materi album Copper Blue, rasanya materi-materi di album Beaster semacam the Two Face atau wajah lain dari materi di Copper Blue yang pop alt yang bersahabat. Semacam Yin dan Yang, bahkan Jeckly dan Hyde, dimana Beaster tampak begitu agresif, galak, dan menyalak-nyalak. Layak untuk didengarkan dengan volume mendekati maksimal.

Trek pembuka, Come Around, menjadi salam perkenalan Beaster. Mould melantunkan lirik lagu ini seperti tipikal vokalis dari band-band shoegaze. Permainan gitarnya teduh dan menghanyutkan, meski full distorsi, dibayangi gitar akustik yang jernih sedikit reverb di sepanjang lagu. 

Pada lagu berikutnya, Tilted, menjadi penghajar telinga termanis di album ini. Bang! Penuh energi tak tersalurkan, lagu ini memang butuh wahana sebagai lagu outtakes album Copper Blue. Saking kencengnya lagu ini, saya berpikir nih lagu sangat layak menjadi soundtrack film Fast and Furious. Karakter tergalak alt rock 90's bisa ditemui di lagu ini, salah satunya guitar lead Mould yang bikin saya gemetar dan membuat J Mascis tampak inferior.

Judas Cradle, melanjutkan kegalakkan feedback menyakitkan telinga lewat gitar Fender Mould. Tensi di lagu ini bahkan oleh allmusic.com, disebut nggak kalah dengan MBV atau Sonic Youth, dalam aspek intensitas yang dihantarkan pada lagu ini oleh Mould cs. Keriuhan ini ditunjukan lagi pada lagu berikutnya, JC Auto, namun kerennya Mould menampilkan lirik yang penuh kegusaran spiritual plus bagian reff yang asyik, tipikal warna utama album Copper Blue.

Lagu Feeling Better melanjutkan intensitas yang sama dengan lagu-lagu sebelumnya, dan memiliki pop hooks pada reff yang layak tampil di Copper Blue. Yah, ada sedikit sentuhan kibor yang cukup memberi pembeda dari lagu lainnya. Lagu penutup, Walking Away berhawa alunan organ gereja, menjadi klimaks yang bisa meredakan suhu di telinga kita setelah Mould dan kedua partnernya meracik musik termanis sekaligus terpedas dari Sugar. Sungguh, dan saya merasa kehausan saking serunya. Marr



Ranked #16 in New Musical Express' list of `The Top 50 LPs Of 1993' - ...a bloody but nonetheless spiritual and ultimately uplifting experience....
NME

Get the Link!