Monday, April 25, 2011

Rowland S. Howard – Teenage Snuff Film


“..why you have to be so fuckin genius and an alcoholic in the same time..” (anonym)
Sebuah kalimat yang menekan hati, tertuju pada seorang musisi dan gitaris legendaris dari negeri kangguru, Rowland S. Howard (RSH). Komentar itu saya temui di sebuah videoklip milik gitaris gaek dengan bermata cekung ini di Youtube. Raut wajahnya menyiratkan jejak kehidupan kacau berharum alkohol dan bius adiktif, menghiasi aksinya di atas panggung dan karya musiknya.

Terlahir di kota Melbourne, 24 October 1959, RSH adalah seorang musisi dan gitaris yang langka. Testimonial atas RSH oleh para musisi alternatif dunia seperti Thuston Moore, Lydia Lunch, hingga Nick Cave menegaskan betapa spesialnya RSH di hati mereka. Pendiri The Birthday Party bersama Nick Cave, RSH menampilkan sebuah sensasi bermusik yang bising, agresif, dan, puitis. Bersama gitar Fender Jaguar tahun 1968-nya, RSH sungguh membuat post punk menjadi tampak lebih emosional daripada Ian Curtis, dengan liar meracik esensi country, punk, dan blues jalanan melalui petikan gitarnya.

Sebelum saya mendapatkan album solonya yang berjudul Teenage Snuff Film ini, trailer dokumenter RSH berjudul Autoluminescent di Youtube lah yang memperkenalkan sosok orang tua ini. Sampai ketika saya jalan-jalan di toko music Aquarius PI (kini telah tutup) yang sedang cuci gudang, dan menemukan sebuah cd agak lusuh kemasannya di rak diskon besar-besaran. Kovernya sederhana, menampilkan siluet wajah RSH dengan stiker imported, berbanderol diskon sekitar 50ribuan, kalau tidak salah. Betul-betul tak memikat puluhan orang yang sedang mengubek rak-rak cd di toko tersebut.

Sedikit terkaget, saya langsung mengambil cd itu dan membelinya. Sesampai dirumah, segera terputar cd di tape CD merk Sony hasil menang undian kartu nama saat menjadi wartawan dulu. Melirik liner notes di sampul cd, saya menemui nama-nama yang tak asing dari band Nick Cave and the Bad Seeds, seperti, Mick Harvey dan Brian Hopper, lalu ada rekan RSH saat dirinya masih di band These Immortal Souls, Genevieve McGuckin.



Lagu pertama terputar, Dead Radio, sebuah lagu yang kelam dengan petikan bas yang muram. Ketukan drum Mick Harvey meratapi setiap bait yang dilagukan RSH. Beberapa lagu lainnya semakin dingin oleh petikan-petikan RSH yang dingin, seperti Breakdown (and then...), She Cried, atau semisal Exit Everything. 

Gubahan paling menarik dari RSH di Teenage Snuff Film adalah lagu dari Billy Idol, berjudul White Weeding. Di lagu ini RSH menampilkan kepiawaiannya meracik atmosfir berbeda dan jauh lebih keren ketimbang versi Billy Idol (hahaha), seperti yang juga dilakukannya bersama Lydia Lunch pada lagu Some Velvet Morning, milik Lee Hazelwood dan Nancy Sinatra, di era 80-an. 

Total ada sepuluh lagu di album yang sarat dengan refleksi emosional RSH di usia senjanya. Kelam dan dramatis. Lagu Sleep Alone yang begitu bising dan noise, dengan petikan gitar RSH yang meyayat liar, menutup album Teenage Snuff Film, bak ending sebuah bagian kehidupan pria bernama Rowland S. Howard. 

Ia disebut-sebut pernah berada di rumah sakit jiwa, tinggal di jalan, berdansa dengan alkohol dan drugs, serta ragam kekacauan lainnya. Namun, kejeniusannya melalui karya-karyanya yang artistik tak tergerus sama sekali. Bagi saya, RSH adalah musisi yang bisa merasuki karya-karyanya dengan begitu intens dan personal.
Penyakit liver memang telah mengakhiri hidup gitaris sinting dan kacau ini, 30 December 2009, namun album ini tak memupus hasrat dan musikalitas RSH, dan saya ingin sekali memperkenalkan orang ini kepada anda semua. Marr

Friday, April 1, 2011

Themilo - Photograph















Tujuh tahun pastinya rentang tahun tergetir bagi Themilo. Tujuh tahun yang hampa akan kelanjutan dari album perdana mereka, Let Me Begin (2002). Bayangkan, pertama, materi mentah mereka yang telah disemai sejak tahun 2004 justru bocor di berbagai situs dan forum berbagi, jauh sebelum album kedua diluncurkan dalam polesan final. Kedua, setelah kebocoran tersebut, hard disk tempat penyimpanan data rekaman album tersebut jebol dan hanya sedikit sekali yang bisa diselamatkan.

Tak terbayang di benak mereka kalau deraan cobaan itu menjadi hikmah tersendiri di kemudian hari. Atensi para loyalis mereka dan undangan acara musik ternyata tak menghilang sama sekali.

Album kedua mereka yang diberi tajuk Photograph, tak akan bisa lahir jika tak ada passion dari masing-masing personilnya. Mereka bisa saja memilih vakum dan tenggelam dalam rutinitas kantor untuk mengubur kekecewaan, lalu muncul kembali di saat tak terduga. Syukur, mereka tidak sampai sebegitu galaunya.

Photograph memotret 8 materi lagu, yang mayoritas sudah lebih dulu bergentayangan di  internet dan memenuhi hard disk para pendengarnya, termasuk saya. Luckily, Themilo menyisipkan sebuah single menawan yang untungnya tidak ikutan bocor, yakni Daun dan Ranting di Surga.

Dua poin lebih dari album ini, tak lain kita bisa menikmati polesan sempurna dari setiap materi lagu yang jauh lebih menarik dan kaya nuansa ketimbang bocoran materi mentah mereka di internet. Kepiawaian Themilo dalam penyusunan lagu-lagu yang begitu apik patut diancungi jempol. Karakter musik album ini yang lebih atmospheric, kontemplatif, dan meruang, agak berbeda dengan album pertama mereka yang dinamis. Kejutan lain, Themilo menemukan dua penyanyi latar yang begitu unik dan berkarakter, untuk beberapa lagu mereka, menggantikan latar vokal sebelumnya pada materi bocoran sebelumnya disuarakan oleh Weeds.

Dibuka dengan materi instrumental berjudul Stethoscope yang megah dibalut distorsi reverb, seperti pintu masuk sempurna untuk memasuki ruang imajinasi para personil themilo, terdiri dari Ajie (vokal, gitar), Upik (gitar), Suki (bass), Unyil (kibor), dan Budi (drum). Beberapa lagu yang dikenal menjadi favorit klasik para loyalis Themilo, seperti For All The Dreams That Wings Could Fly, So Regret, atau Dreams, turut menghanyutkan dengan kejernihan musik mereka. Materi album ini dibungkus oleh kualitas mixing yang bagus.

Lagu penutup, Apart, menjadi epilog syahdu, seakan Themilo sedikit memelankan diri sejenak dari derap musik mereka yang telah dirintis hampir 9 tahun lamanya. Album ini pun memuaskan asa para personilnya dengan cara yang tak harus luar biasa, tetapi lebih intim dan pribadi. Begitu pula dengan para perindu mereka. Marr



star Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photos 

Rolling Stones -3/11- "Delapan komposisi dalam konsep musik dingin dan misterius" -- 3 stars